Peluang Calon Sama

  • Bagikan
Ema Husain Sofyan

Oleh: Ema Husain Sofyan

MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Pemilihan kepala daerah (pilkada) telah memasuki tahapan. Berarti para calon kepala daerah dari jalur perseorangan telah mendaftar. Adapun untuk calon yang memakai jalur partai, pendaftarannya dilaksanakan pada Agustus 2024. Koalisi partai pada pemilihan presiden (pilpres) tidak sertamerta akan berlanjut pada ajang pilkada. Sebab partai cenderung mendukung calon petahana yang secara elektabilitas telah unggul dari kandidat penantang.

Apalagi bagi petahana yang berhasil dalam kinerjanya dalam periode pertama kepemimpinannya. Misalnya, Khofifah Indar Parawansa Gubernur Jawa Timur, Anies Baswedan Gubernur DKI Jakarta, dan Ridwan Kamil sebagai Gubernur Jawa Barat. Demikian pula pada kepala daerah pada kabupaten dan kota yang berhasil dan merupakan kader partai tertentu.

Banyak faktor yang menjadi dasar bagi parpol dalam mengusung kandidat kepala daerah. Selain kinerja kandidat yang berhasil selama periode pertamanya, juga karena faktor elektabilitas calon. Mahar pilkada juga tidak bisa diabaikan dalam mengusung kandidat.

Apalagi perkembangan kontestasi pilkada yang semakin semarak, yang pada akhirnya melahirkan faktor pendukung lainnya untuk membuat pesta demokrasi semakin kompetitif dan menarik. Salah satunya, lahirnya banyak lembaga survei yang banyak dipergunakan jasanya oleh kandidat dan parpol untuk mendulang suara pemilih.

Tidak heran kemudian jika dalam masa pengenalan sebelum pendaftaran calon via parpol, banyak gambar kandidat yang terpampang di jalan-jalan dalam bentuk baliho dan spanduk. Nyaris beberapa kandidat yang selama ini tidak popular, tapi tiba-tiba gambarnya menghiasi sudut-sudut jalan protokol hingga lorong sempit.

Kampanye hitam malah sudah dihembuskan oleh pihak tertentu untuk menyerang kandidat. Misalnya si A bukan putra asli, si B ingin membangun dinasti dan sebagainya yang menyudutkan sang calon. Selain kampanye hitam, kampanye negatif juga sudah diembuskan seperti sang kandidat tidak ingin membangun stadion, kalaupun ingin itu semata untuk kepentingan pilkada.

Dengan memakai jasa konsultan lembaga survei, pengenalan kandidat yang masih rendah, akan mudah didongkrak oleh lembaga survei dalam waktu yang singkat. Termasuk meroketnya tingkat popularitas dan elektabilitas sang calon.

Pengalaman beberapa pesta demokrasi semacam pilpres dan pilkada serentak sebelumnya, jasa konsultan mampu membuat kandidat yang selama ini tidak diunggulkan, justru kandidat tersebut yang terpilih sebagai pemenang kontestasi.

Tak kalah riuh dengan kandidat gubernur di Pulau Jawa, kandidat gubernur di Sulawesi Selatan juga tak kalah sengitnya dalam menebar pesona dalam wujud baliho dan spanduk. Termasuk perang urat saraf antartim sukses dan buzzernya.

Calon yang saat ini masih menjabat sebagai kepala daerah dan berniat maju lagi, atau naik kelas dari bupati/wali kota menjadi gubernur atau wakil gubernur, harus pandai dalam memanfaatkan ruang untuk sosialisasi sebab hal tersebut sangat rawan disusupi oleh pihak-pihak yang dapat menjerat pada tindakan berupa pelanggaran yang terstruktur, sistematis, dan masif (TSM). Apalagi saat ini Bawaslu sudah memiliki perangkat sampai tingkat kecamatan yang senantiasa aktif melakukan pengawasan penyelenggaraan pilkada.

Strategi tim pemenangan yang akan menentukan untuk kontestasi pilkada. Semua calon yang saat ini menebar pesona punya peluang yang sama. Tinggal lobi dan kemampuan komunikasi pada parpol pengusung yang menentukan langkah calon selanjutnya. Jadi kejutan demi kejutan akan mewarnai drama perburuan parpol hingga menit terakhir pendaftaran ditutup oleh KPU. (*)

  • Bagikan

Exit mobile version