"Pemerintah Indonesia memiliki berbagai instrumen untuk membendung banjirnya barang impor dengan harga yang sangat rendah, dengan di antaranya Bea Masuk, Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD), Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP), Persetujuan Impor, Standar Mutu Nasional, Kuota Impor, dan sebagainya. Namun berbagai instrumen tersebut belum cukup untuk membendung masuknya barang impor dengan harga murah,” jelas Eugenia.
Sekretariat Deputi Bidang Usaha Kecil dan Menengah Kementerian Koperasi dan UMKM, Koko Haryono, dalam pemaparannya menyatakan bahwa sekitar 83 persem barang yang masuk ke Indonesia pada tahun 2022 melalui e-commere harganya di bawah USD 100. Angka yang sangat besar itu terjadi sebelum penerapan Permendag No. 31 Tahun 2023 (tentang PMSE).
"Untuk meningkatkan penjualan produk lokal dilakukan melalui kemitraan dengan perusahaan digital, program UMKM go-digital, koperasi modern, dan UMKM dalam E-Katalog. Perwakilan dari Kementerian Perdagangan, Rifan Ardianto, menyatakan bahwa Permendag No. 31 Tahun 2023 membatasi penjualan barang-barang impor langsung (cross border import) di platform digital dengan berbagai persyaratan," jelasnya
Upaya meningkatkan penjualan produk lokal di platform digital juga sudah dilakukan di antaranya dengan memberikan fasilitas ruang promosi. Perwakilan dari Subdit Intelegen Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Sugeng, menyatakan sejak adanya Permendag 31 Tahun 2023, impor barang melalui e-commerce menurun. Kebijakan lain yang dapat dilakukan diantaranya adalah penerapan safeguard dan counterfailing duties.
“Namun tentu saja penerapannya harus hati-hati karena ada benturan dengan perjanjian WTO,” ungkap perwakilan dari Kementerian Perdagangan, Dwi Wahyono.
Perwakilan dari APSyFI, Redma, menyatakan hingga saat ini bahwa di platform digital masih ada produk yang harganya tidak masuk akal misalnya produk baju bayi. Masalah lainnya yang disoroti adalah dukungan akses pasar, serta penegakan hukum terkait SNI dan labeling.