BULUKUMBA, RAKYATSULSEL - Perubahan iklim dapat dirasakan dalam jangka pendek melalui bencana alam seperti tanah longsor, banjir, dan badai, serta dalam jangka panjang melalui degradasi lingkungan yang terjadi secara bertahap.
Dalam banyak hal, perempuan lebih rentan terhadap dampak perubahan iklim dibandingkan pria. Topik ini menjadi fokus dalam lokakarya "Memastikan Partisipasi dan Keterwakilan Perempuan, Penyandang Disabilitas, dan Masyarakat Adat dalam Merumuskan Respon terhadap Perubahan Iklim" yang diadakan di Kampus I Universitas Muhammadiyah Bulukumba.
Acara yang berlangsung di Ruang Aula Kampus I Universitas Muhammadiyah Bulukumba ini merupakan bagian dari rangkaian penelitian yang didanai oleh Australia-Indonesia Disability Research and Advocacy Network (AIDRAN) bekerja sama dengan Fakultas Hukum Universitas Brawijaya dan Australian Catholic University.
Kegiatan ini dihadiri oleh anggota DPRD Bulukumba dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (F-PKB), Andi Soraya Widyasari, yang hadir sebagai peserta dalam lokakarya tersebut.
Lokakarya ini bertujuan untuk membangun jejaring antara berbagai pihak, berbagi pengetahuan dan pengalaman terkait isu perubahan iklim, serta mendorong inklusivitas dalam merespon perubahan iklim melalui pendekatan Gender Equality, Disability, and Social Inclusion (GEDSI).
Melalui kolaborasi ini, diharapkan dapat tercipta solusi yang lebih adil dan merata dalam menghadapi dampak perubahan iklim.
Anggota Fraksi PKB DPRD Bulukumba, Andi Soraya Widyasari, mengapresiasi lokakarya ini karena sangat penting untuk memastikan bahwa setiap suara dari kelompok perempuan, penyandang disabilitas, dan masyarakat adat didengar dan diperhitungkan dalam merumuskan kebijakan perubahan iklim.
Andi Soraya berharap lokakarya ini dapat menghasilkan rekomendasi kebijakan yang inklusif dan mendorong langkah-langkah konkret dalam menghadapi tantangan perubahan iklim dengan mempertimbangkan prinsip keadilan restoratif dan pendekatan GEDSI. (Salahuddin)