MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Golkar hingga saat ini masih menahan rekomendasi terhadap kader-kadernya di beberapa daerah. Persaingan antar-kader Golkar semakin memanas, dengan lebih dari satu kandidat yang bersaing untuk menjadi kandidat utama partai.
Antara lain, Andi Ina Kartika Sari dan Mudassir dari Barru, Fachrudin Rangga serta Zulham Arif dari Takalar, Munafri Arifuddin dan Rahman Pina dari Makassar, Usman Marham dan Abdillah Natsir dari Pinrang, Erna Rasyid Taufan serta Andi Nurhaldin dari Parepare, Victor Datuan Batara dan John Rende Mangontan dari Tana Toraja, Suardi Haseng dan Andi Muhammad Ikram dari Soppeng, serta Andi Rio Fashar Padjalangi dan Andi Syamsiar Halid dari Bone.
Salah seorang bakal calon bupati dari Soppeng, Suwardi Haseng, menyatakan bahwa Golkar akan menentukan calonnya berdasarkan hasil survei dan proses tersebut sedang berlangsung dengan beberapa kandidat yang telah menerima surat tugas dari partai.
"Diperkirakan bulan tujuh atau delapan sudah ada kepastian terkait calon yang akan diusung oleh Golkar, karena partai ini terbuka dalam proses tersebut," ujarnya.
Mengenai ketegangan dengan Kaswadi, Ketua DPD Golkar Soppeng, Suwardi menjelaskan bahwa hubungan mereka baik dan mengakui senioritas Kaswadi dalam partai.
"Saya berada di Golkar karena Kaswadi, dan kami baik-baik saja," tegasnya.
Sementara itu, Abdillah Natsir, bakal calon bupati Pinrang, menyatakan bahwa meskipun belum mendapat surat tugas, hal itu hanyalah formalitas dan bisa berubah.
"Saya fokus pada Pileg DPR RI, namun saya maju sebagai bupati karena dorongan dari berbagai elemen dan melihat peluang yang ada," ungkapnya.
Abdillah menambahkan bahwa Golkar saat ini sedang melakukan survei dan dia optimis mendapatkan restu dari partai tersebut.
"Pada akhirnya, saya berharap untuk mendapatkan dukungan dari partai, dan saat ini saya fokus untuk menjadi pilihan nomor satu," tandasnya.
Selain itu, dia juga sedang berupaya untuk mendapatkan dukungan dari partai lain, mengingat Golkar hanya memiliki enam kursi sementara untuk bertarung, sementara yang dibutuhkan minimal delapan kursi.
"Pendekatan kepada berbagai partai sudah saya lakukan, baik itu PPP, PKB, Gelora, Hanura, dan PDI Perjuangan," katanya.
Menurut Pengamat Politik dari Universitas Hasanuddin (Unhas), Prof. Sukri Tamma, persaingan antar kader partai adalah bagian dari dinamika politik yang tidak terhindarkan.
"Setiap kandidat pasti berupaya untuk mendapatkan rekomendasi partai, dan hal ini juga tergantung pada strategi politik di masing-masing daerah," ujarnya.
Dia menambahkan bahwa dalam beberapa kasus, partai tidak bisa mengusung calonnya sendiri, sehingga perlu negosiasi dengan partai lain untuk membentuk koalisi.
"Negosiasi dan pertimbangan politik sangat penting dalam menentukan kandidat yang akan diusung," tutupnya. (Fahrullah/B)