Oleh: H. Kaswad Sartono
ALHAMDULILLAH, musim haji 1445 Hijriyah ini penulis dapat “berkah” dari Penyelenggara Ibadah Haji Khusus PT Ananda Nurul Haromain diminta sebagai koordinator pembimbing ibadah haji khusus. Tentu, kepermintaan ini disamping sebagai kehormatan, juga sebagai wasilah untuk dapat melaksanakan ibadah haji khusus bervisa haji resmi. Bukan ilegal yang berujung deportasi.
Para pembaca, dalam ibadah haji, wukuf di Arafah merupakan puncak kegiatan ritual haji. Tidak sah ibadah haji tanpa hadir di Arafah pada tanggal 9 Dzulhijjah.
Al-hajju ‘Arafah, haji itu Arafah. Begitu penggalan hadis Nabi yang menjadi referensi utama dalam pelaksanaan rukun-rukun haji, di samping ritual lainnya yang dikategorikan wajib haji.
Sebelum wukuf di Arafah, sesungguhnya telah didahului dengan amalan Ihram (berniat memulai ibadah haji) di Makkah sebagai rukun haji. Nah, untuk perjalanan menuju Arafah, ada dua jalur yang dapat dipilih oleh penyelenggara haji baik oleh pemerintah maupun penyelenggara haji khusus yaitu (1) Jalur Transit, dan (2) jalur Direct Arafah. Dalam perspektif Fiqh Haji kedua jalur ini diperbolehkan dan sah.
Jalur Transit Mina
Yang dimaksud jalur Transit adalah rute pemberangkatan Jemaah haji tidak langsung ke Arafah, namun melalui kawasan Mina terlebih dahulu untuk transit beberapa waktu sejenak untuk melakukan berbagai kegiatan ibadah antara lain shalat maktubah, talbiyah, dzikir dan doa. Bagi golongan yang mengambil jalur Transit ini berpandangan mengikuti sunnah pada praktek Nabi Muhammad saw pada hari Tarwiyah tanggal 8 Dzulhijjah, yang kemudian dikenal dengan jalur Tarwiyah.
Jalur “Transit” Tarwiyah ini dipandang sebagai amalan sunnah Nabi, walaupun tidak sampai berpandangan sebagai rukun atau wajib haji. Sehingga dengan demikian, jalur Transit ini tidak memiliki pengaruh sah-tidaknya ibadah haji.
Dalam praktek di lapangan, jalur Transit ini banyak dipilih dan dilakukan oleh Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) dalam memberangkatkan jemaahnya.
Jalur Direct Arafah
Yang dimaksud"jalur direct” adalah rute pemberangkatan Jemaah haji dari Makkah langsung ke Arafah tanpa singgah di Mina.
Pemerintah cq Kementerian Agama dalam memberangkatkan Jemaah haji reguler yang sejak dulu sudah mengambil kebijakan jalur direct Arafah. Kenapa? Pertimbangan substansinya di samping dalil naqliyah (praktek nabi) juga aqliyah (aspek kemaslahatan). Memang betul Nabi sempat Transit di Mina, namun apa yang dilakukan Nabi bersama sahabat itu semata-mata untuk urusan logistik (terutama bekal air minum) karena di Arafah tidak ada air pada waktu itu.
Tujuan ditetapkan syariah adalah tercapainya kemaslahatan (maqoshid al-maslahah). Jemaah haji Indonesia merupakan jumlah terbesar di dunia, hingga 220-an ribu, bahkan tahun 1445/2024 ini mencapai 241 ribu, di antaranya Jemaah lansia umur 65 tahun ke atas mencapai 45.678 orang (21,41%).
Kemudian di sisi lain Panitia Penyelenggaraan Haji Indonesia (PPIH) di Arab Saudi sudah memastikan adanya persiapan seluruh kebutuhan logistik, termasuk layanan akomodasi, transportasi, dan konsumsi (makanan dan minuman) sebelum Jemaah tiba di Arafah, maka sejatinya jalur direct adalah kebijakan dan pilihan terbaik demi kemaslahatan jemaah haji Indonesia secara keseluruhan, Wakil khusus jemaah haji lansia.
Menutup tulisan ini, sambil bertalbiyah, penulis senantiasa berdoa semoga seluruh haji Indonesia baik melalui jalur Transit maupun Direct Arafah memperoleh haji mabrur. Amin (*)