Wakil Ketua Tim Telapak, Martian Sugiarto, menjelaskan bahwa kunjungan dan kajian tersebut bertujuan untuk menilai ada tidaknya pelanggaran HAM. Hasil kajian menunjukkan bahwa tidak ada perkebunan merica yang dikelola masyarakat yang diserobot oleh PTVI. Masyarakat masih mengelola perkebunan merica mereka dengan aman tanpa adanya kekerasan, pemaksaan, atau pengusiran oleh PTVI.
"Kami juga tidak melihat konsentrasi aparat keamanan (TNI/POLRI) di desa lingkar tambang sekitar kawasan konsesi PTVI atau yang menjaga keamanan di lokasi Blok Tanamalia," jelasnya.
Tidak ada pemasangan tanda batas atau pemagaran yang menandakan batas wilayah konsesi perusahaan atau pelarangan bagi masyarakat untuk memasuki kawasan perkebunan merica di wilayah konsesi.
Martian Sugiarto menambahkan bahwa kondisi masyarakat di Desa Loeha dan Rante Angin (area IUP Eksplorasi PTVI) tampak tenang tanpa tanda-tanda kecemasan atau konflik antara perusahaan dan masyarakat. Selama beberapa tahun, pemerintah desa di Loeha Raya telah membangun kerjasama dengan PTVI melalui program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR).
"Program CSR tersebut diperuntukkan untuk membangun sarana prasarana lintas desa, fasilitas olahraga, demplot kebun merica, wisata desa, dan pengembangan UMKM desa," jelasnya.
Fakta yang ditemukan menunjukkan bahwa tuduhan pelanggaran HAM oleh PTVI tidaklah benar. Dari aspek perizinan, PTVI sudah memiliki hak pengelolaan pertambangan melalui kontrak karya yang pada Mei 2024 diubah menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).
"Dapat disimpulkan bahwa perusahaan sudah melakukan tahapan aktivitas sesuai prosedur dan peraturan di bidang pertambangan," pungkasnya. (Yadi/A)