MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Panitia Kerja Rancangan Undang-Undang (Panja RUU) Kepariwisataan Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) mendengarkan aspirasi dan masukan dari pemerintah daerah di Politeknik Kepariwisataan Makassar, Jumat (21/6/2024).
Sejumlah usulan terkait pengembangan kepariwisataan disampaikan oleh berbagai pihak, mulai dari Pemprov Sulsel hingga akademisi.
Perwakilan Komisi X DPR RI, Prof Zainuddin Maliki, menyampaikan bahwa kunjungan kerja yang dilakukan sangat produktif dan membantu dalam proses penyusunan undang-undang pengganti UU No. 10 Tahun 2009 yang kini dalam tahap harmonisasi di badan legislasi.
"Kunjungan kami sangat produktif dan mendengar masukan dalam proses penyusunan undang-undang pengganti UU No. 10 Tahun 2009 yang sekarang tahapannya sudah harmonisasi pada tahapan legislasi," ungkapnya.
Ia menjelaskan bahwa salah satu muatan dalam RUU Kepariwisataan memberikan dasar-dasar konstitusional kepada pemerintah pusat dan daerah dalam hal pengembangan kepariwisataan.
"Ini nanti akan memberikan dasar-dasar konstitusional kepada pemerintah pusat, daerah, dan kabupaten/kota untuk serius memikirkan dukungan anggaran dalam pengembangan pariwisata," paparnya.
Namun, dia menyoroti bahwa anggaran kepariwisataan untuk tahun 2024 hanya berkisar Rp 3 triliun lebih, dan mirisnya angka tersebut berkurang menjadi sekitar Rp 1,3 triliun untuk tahun anggaran 2025 mendatang.
"Komisi X ingin anggaran pariwisata itu naik, jangan turun dan menyusut terlalu jauh. Kalau 2024 itu masih di angka Rp 3 triliun, untuk 2025 nanti hanya Rp 1,3 triliun," bebernya.
Salah satu program kepariwisataan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) adalah program Desa Wisata, yang mencakup daerah tujuan wisata dengan daya tarik wisata, fasilitas penunjang, dan kemudahan akses.
Pelaksana Harian (Plh) Sekretaris Daerah Provinsi (Sekprov) Sulsel, Andi Darmawan Bintang, menyampaikan bahwa pengembangan masyarakat lokal pada lokasi desa wisata harus menjadi perhatian semua lapisan pemerintah dan pengelola desa wisata.
"Karena beberapa kasus pengembangan pariwisata lokal, masyarakat lokal tergantikan dengan orang luar dalam pengembangan desa wisata," ujarnya.
Ia juga mengatakan bahwa pengembangan desa wisata harus didukung semua pihak agar tidak mati suri atau mandek di tengah jalan.
"Memang perlu juga penetapan jangka waktu untuk pengembangan desa wisata agar tidak mati suri, sebab acap kali itu terjadi jika ada pergantian pemimpin," tuturnya.
Terpisah, Sekretaris Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Sulsel, Andi Munawir, menyampaikan bahwa bantuan dari pemerintah pusat untuk pengembangan desa wisata di Sulsel sangat dinanti. "Saat ini Sulsel sangat butuh bantuan fasilitas dasar pada objek wisata yang ada di Sulsel," katanya.
Ia membeberkan bahwa dari 672 desa wisata yang tersebar di Sulsel, masih banyak yang perlu bantuan untuk pembuatan fasilitas dasar yang layak.
"Biar tidak banyak bantuan dari pemerintah pusat, yang penting ada dan menyentuh langsung desa wisata di Sulsel, terutama pada desa wisata yang baru mau berkembang," ujarnya. (Abu/B)