MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Kasus kekerasan yang terjadi pada anak di Kota Makassar sangat memprihatikan berdasarkan data Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Makassar, tahun 2024.
Tren kasus ini terhitung dari periode Januari hingga Juni, yakni sebanyak 141 kasus kekerasan terhadap anak. Atau jika dirata-ratakan, ada sekitar 23 kasus terjadi pada anak di Makassar dalam tiap bulannya.
Dari 141 kasus kekerasan itu, peringkat pertama yakni terkait kasus kekerasan seksual dengan jumlah korban sebanyak 68 anak, dan ranking kedua yakni kasus kekerasan fisik sebanyak 64 kasus.
Modus kekerasan seksual tersebut didominasi oleh ancaman dan iming-iming dari orang terdekat korban.
“Paling sering dilakukan oleh teman dekat, guru, sampai kerabatnya,” kata Kepala UPTD DP3A Kota Makassar, Muslimin Hasbullah, Minggu (23/6/2024).
Adanya angkat yang memprihatinkan ini, Muslimin berharap partisipasi atau peran orang tua dan tokoh masyarakat bisa lebih aktif lagi memantau, menegur, serta mengedukasi anak-anaknya yang melakukan tindakan kekerasan, baik verbal maupun fisik.
“Rasa kepedulian itu sudah mulai terkikis. Apalagi kita yang tinggal di kota besar. masyarakat seperti acuh tak acuh lagi melihat tingkah laku lain anak-anak kita,” ujarnya.
Terlebih, kata Muslimin, pemulihan anak yang mengalami kekerasan butuh waktu lama. Untuk itu, pentingnya ada upaya bersama dalam menuntaskan masalah ini.
“Kami sendiri telah membentuk forum anak di tiap kelurahan. Sebagai wadah anak-anak ini bisa menjadi agen pelopor dan pelapor kasus kekerasan seksual,” ujar Muslimin.
“Anak juga dipromotori untuk mengampanyekan anti kekerasan agar mereka bisa buka suara jika melihat ada tindakan kekerasan di lingkungan baik di sekolah maupun rumahnya,” sambungnya.
Disebutkan Muslimin, saat ini pihaknya terus berusaha mendorong adanya upaya edukasi bagi orang tua dan anak-anak tentang bagaimana pola pengasuhan yang baik.
“Orang tua sekarang itu harus pintar. Karena anak-anak sudah bisa mengakses informasi jadi banyak tempat belajarnya. Kita harus menghadirkan rasa aman dan nyaman dulu bagi anak-anak kita di rumah, di sekolah, dan tempat lingkungan sosialnya,” kuncinya. (Isak/B)