Sengketa Lahan Gran Eterno jadi Bom Waktu, Proyek PSEL Terancam Batal

  • Bagikan
Kompleks Pergudangan Green Eterno lokasi proyek PSEL Makassar di Kecamatan Tamalanrea

MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Polemik pembebasan lahan proyek Pengelolaan Sampah Energi Listrik (PSEL) di Kota Makassar, berbuntut panjang. Salah seorang pemilik lahan di Gran Eterno, Herman Budianto kembali mengambil langkah hukum taktis dalam rangka mengejar hak-haknya atas lahan yang sampai saat ini masih terabaikan.

Kali ini,Herman Budianto melayangkan keberatan administrasi kepada Kepala Kantor Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR/BPN) Kota Makassar atas terbitnya Sertipikat Hak Guna Bangunan di atas lahan Gran Eterno. Menurut dia, surat keberatan tersebut telah diterima secara resmi oleh pihak Kantor Pertanahan Kota Makassar pada hari Jumat 20 Juni 2024, pekan lalu.

"Dalam surat keberatan itu, kami memohon kepada BPN Makassar untuk mencabut dan membatalkan berlakunya 24 Sertipikat HGB tersebut," ujar Herman kepada wartawan, Senin (24/6/2024).

Menurut Herman, salah satu poin alasan keberatan itu dilayangkan ke BPN Makassar adalah tidak adanya akuntabilitan dan tidak transparannya seluruh proses sebagaimana yang dimaksud dalan AUPB. Padahal, kata Herman, pihak penyidik Polda Sulsel menyampaikan sudah melakukan blokir atas sertpikiat Gran Eterno tersebut.

"Pihak-pihak terkait sebaiknya duduk bersama dengan bersama kami dan menyelesaikan secara jujur dan benar tentang apa yang sebenarnya terjadi pada lahan Gran Eterno dan mengapa lahan tersebut begitu manis untuk dijadikan lokasi proyek pembangunan PSEL," imbuh Herman.

Herman mengatakan, pihaknya khawatir bila polemik mengenai lahan Gran Eterno itu akan menjadi bom waktu yang setiap saat bisa meledak hingga merugikan pihak-pihak terkait. Itu sebabnya, kata dia, masalah tersebut didiskusikan secara baik-baik oleh pihak proyek PSEL, pihak pemerintah, investor, dan semua pihak yang menerima dampak langsung atas keberadaan proyek yang sedang digalakkan oleh Pemerintah Kota Makassar tersebut.

"Jangan sampai kelak proyek PSEL akan diangap hanya karena mengejar deadline sehingga melibas dan mengorbankan hak-hak warga khususnya pemilik lahan dan warga sekitar," imbuh Herman.

Lebih jauh Herman menjelaskan, bahwa awalnya lahan Gran Eterni digunakan oleh PT Kijang Perdana sebagai show room sekaligus sebagai tempat produksi furniture. PT Kijang Perdana kemudian mendapatkan fasilitas kredit dari PT Bank Negara Indonesia (BNI), dengan menjaminkan aset pribadi dari Herman Budianto yaitu lahan Gran Eterno.

Menurut Herman, belakangan PT Kijang Perdana kemudian dinyatakan pailit. Tapi, kata dia, meski dibekali sertipikat hak tanggungan, akan tetapi ternyata lahan Gran Eterno belum pernah diserahterimakan sebagai aset PT Kijang Perana oleh pemiliknya termasuk Herman Budianto, sehingga menimbulkan kisruh sampai saat ini.

Sementara itu, sambung Herman, permasalahan lain mengenai hal tersebut adalah mengapa lahan Gran Eterno mesti dipindahtangankan melalui mekanisme cassie dan bukan dengan cara lelang terbuka untuk umum sebagaimana yang selama ini dilakukan oleh pihak kurator PT Kijang Perdana (dalam pailit), Dicki Nelson, dkk.

"Benarkah cassie atas lahan Gran Eterno merupakan bentuk lain pemindahtanganan secara sah dan legal dan mengapa kami sebagai pemilik lahan tidak diberikan akses informasi dan penjelasan yang cukup atas pelaksanaan cassie tersebut," tukas Herman.

Herman mengatakan, untuk memenuhi rasa keadilan, sudah selayaknya para pihak menyelesaikan secara arif dan bijaksana permasalahan tersebut agar ke depan proyek PSEL itu tidak menemukan batu sandungan di kemudian hari.

Groundbreaking atau peletakan batu pertama proyek PSEL di Kota Makassar rencananya akan dilaksanakan pada bulan Juli 2024. Diketahui, proyek PSEL ini berlokasi di Kecamatan Tamalanrea dan akan dikerjakan oleh konsorsium Empat SUS Indonesia Holding Limited, Shanghai SUS Environment Co, Ltd., PT Grand Puri Indonesia sebagai pemenang tender. (*)

  • Bagikan

Exit mobile version