MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Pemerintah daerah diminta tidak menunda-nunda transfer dana pemilihan kepala daerah kepada pihak penyelenggara. Kementerian Dalam Negeri berjanji untuk menindak tegas pemerintah daerah yang 'ketahuan' sengaja tak mencairkan anggaran hingga waktu yang telah ditentukan. Anggaran Pilkada Serentak 2024 dari hasil Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) harus sudah cair paling lambat 10 Juli mendatang.
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengatakan akan mengawasi proses transfer dana pilkada serentak. Pihaknya, kata dia, akan menurunkan tim ke masing-masing daerah untuk mengetahui secara detail permasalahan dan kendala yang dialami setiap daerah yang belum mencairkan dana tersebut.
“Bila sampai 9 Juli nanti masih ada daerah yang belum transfer, maka kami akan turunkan tim ke daerah," ujar Tito di sela-selaacara Rapat Koordinasi Kesiapan Penyelenggaraan Pilkada Serentak Tahun 2024 Wilayah Kalimantan, Sulawesi dan Maluku di Hotel Claro Makassar, Rabu (26/6/2024).
Tito mengatakan, pihaknya akan mengambil langkah tegas bila masing-masing pemerintah daerah sengaja menahan atau menunda transfer dana pilkada. “Kalau uangnya ditahan, maka kami akan paksa untuk segera mencairkan kepada seluruh pihak yang terkait dalam pilkada termasuk kepada seluruh pihak keamanan,” imbuh dia.
Kementerian Dalam Negeri, kata Tito, telah berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan untuk mencari solusi bila transfer dana pilkada oleh pemerintah daerah masih mandek.
“Kalau memang uangnya belum ada, kami akan meminta Kementerian Keuangan untuk segera mengirimkan dana transfer kepada pemerintah daerah. Kami minta untuk dipercepat,” ujar mantan kepala Polri ini.
Tito juga meminta kepada masing-masing Badan Pengelola Keuangan Daerah untuk rutin melakukan update data mengenai proses transfer dana pilkada.
Sementara itu, Penjabat Gubernur Sulsel, Zudan Arif Fakrulloh melaporkan, khusus di Sulsel, proses transfer dana pilkada terus berproses untuk diselesaikan. Meski begitu, kata dia, saat ini para pemerintah kabupaten dan Kota masih menunggu dana transfer dari Pemprov Sulsel lalu akan ditransfer pada masing-masing penyelenggara Pilkada di kabupaten dan Kota di Sulsel.
Netralitas TNI-Polri
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Hadi Tjahjanto yang juga hadir dalam acara itu menaruh atensi terhadap netralitas aparat keamanan dalam Pilkada Serentak 2024. Hadi menegaskan bahwa TNI dan Polri tidak hanya bertugas memberikan dukungan keamanan selama seluruh tahapan penyelenggaraan pilkada, namun juga memiliki kewajiban untuk menjaga netralitas mereka.
Tak hanya TNI-Polri, aparatur sipil negara (ASN) juga diminta bersikap netral. Menurut dia, netralitas TNI-Polri dan ASN sangat penting untuk memastikan bahwa proses demokrasi berjalan dengan jujur, adil, dan transparan. Terlebih TNI dan Polri memiliki tanggung jawab utama dalam memberikan dukungan keamanan selama seluruh tahapan penyelenggaraan Pilkada.
"Salah satu tugas utama aparat keamanan adalah menjaga keamanan dan ketertiban selama proses pilkada. Namun, yang tidak kalah penting adalah menjaga netralitas mereka," ujar Hadi.
Mantan Panglima TNI itu menekankan pentingnya netralitas dan integritas dari penyelenggara dan pengawas pemilihan, seperti Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
"KPU dan Bawaslu harus tetap on the track dalam menjalankan tugas, fungsi, dan kewenangannya," imbuh dia.
"Mereka harus bertindak netral dan berintegritas untuk memastikan penyelenggaraan pilkada yang adil dan transparan," sambung Hadi.
Selanjutnya, Hadi mengingatkan akan pentingnya dukungan dan fasilitas dari pemerintah pusat dan daerah. Utamanya ketersediaan anggaran pilkada dari pemerintah daerah.
"Para Penjabat Gubernur yang hadir di sini turut berperan penting dalam hal ini," imbuh Hadi.
Hadi mengatakan, bahwa Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian akan memeriksa langsung kesiapan tersebut.
"Pak Menteri Dalam Negeri akan mengecek langsung apakah semua fasilitas dan dukungan yang diperlukan sudah tersedia dan terserap dengan baik," ujar dia.
"Termasuk dalam menjamin hak pilih masyarakat, pembentukan badan pemilihan, dan fasilitas lainnya sebagaimana yang diatur dalam perundang-undangan," kata Hadi.
Menurut dia, pemerintah selaku penyelenggara akan menjaga pilkada serentak. Aparat keamanan, TNI polri selain bertugas memberi dukungan, juga memiliki kewajiban untuk menjaga netralitas TNI Polri. Pilkada serentak ini, kata dia, merupakan pemilihan umum terbanyak sepanjang sejarah sehingga TNI Polri harus hadir baik pengamanan saat pilkada dan saat sidang di Mahkamah Konstitusi.
Selain itu, juga pemerintah harus menjamin hak pilih masyarakat hingga terbentuknya ad hoc. “Partai politik dan pasangan calon dapat mendeklarasikan prosedur dan mekanisme pemilihan. Serta mengikuti mekanisme dengan baik dan menghindari kecurangan,” tutur dia.
Namun terpenting, kata dia adalah, pesan serta masyarakat untuk ikut mengawasi tahapan pilkada dan tidak mudah terprovokasi dengan berita-berita belum tentu kebenarannya. “Diharapkan berbagai permasalahan yang kemungkinan menjadi hambatan dapat dikoordinasikan, dapat diatasi dan dapat diselesaikan dengan sebaik-baiknya,” ujar Hadi.
Potensi Pelanggaran Tinggi
Sementara itu, Ketua Badan Pengawas Pemilu Rahmat Bagja menyatakan potensi kerawanan Pilkada 2024 bisa lebih tinggi dibandingkan dengan pilkada dan pemilu sebelum-sebelumnya. Menurut dia, potensi kerawanan Pilkada 2024 tinggi dikarenakan persaingan yang sangat tinggi antarcalon di masing-masing daerah seluruh Indonesia.
"Perbedaan daerah masing-masing bisa memicu terjadinya konflik. Apalagi semua calon pasti ingin menang sehingga persaingan juga tinggi," ujar Rahmat.
Bawaslu mencatat secara nasional jumlah pelanggaran Pilkada 2020 mencapai 5.334 kasus dengan klasifikasi temuan 3.746 dan aduan 1.588.
Adapun pelanggaran administrasi, kata dia, 1.535 kasus, berkaitan pemasangan APK tidak sesuai ketentuan perundang-undangan. Begitu juga pelanggaran kode etik 292 kasus, berkaitan penyelenggara ad hoc seperti PPK, PPS, KPPS yang berpihak pada paslon tertentu. Kemudian, tindak pidana pemilihan 182 kasus, dimana kepala desa melakukan tindakan menguntungkan salah satu paslon dan politik uang.
"Serta pelanggaran hukum lain yang terkait dengan pemilihan 1.570 kasus. ASN memberikan dukungan politik melalui media sosial," ujar dia.
Adapun catatan Bawaslu pada pelanggaran Pilkada 2020 di Sulsel terdapat temuan 79 kasus, laporan 89 kasus, dan hasil penanganan pelanggaran 82 kasus.
"Jenis pelanggaran kode etik 31 kasus, pidana 22 kasus, hukum lain 25 kasus, proses penanganan pelanggaran 33 kasus," beber Bagja.
Oleh sebab itu, Bagja berharap pihaknya dapat terus bersinergi dengan TNI, Polri, dan Kejaksaan selama tahapan Pemilu 2024 berlangsung, termasuk Pilkada 2024 mendatang.
"Tentu, sinergi diperlukan untuk menghadapi angka kerawanan Pilkada 2024 yang berpotensi lebih besar dibandingkan Pilpres 2024," tutur.
Bagja mengatakan, proses penertiban alat peraga atau proses kampanye terutama pada peletakannya atau posisi baliho yang kerap menjadi polemik di masyarakat saat ini masih berada pada tanggung jawab masing-masing pemerintah daerah.
“Saat ini peraturan terkait dengan penyebaran alat kampanye masih berada pada kewenangan pemerintah daerah, nanti setelah masuk masa kampanye akan ada peraturan PKPU tentang pemasangan alat peraga kampanye,” ujar dia.
Pada umumnya, kata dia, peraturan itu pelarangan pemasangan alat peraga kampanye itu tidak bisa dilakukan di rumah ibadah, wilayah pendidikan, atau fasilitas umum milik pemerintah, kecuali gelanggang olahraga. Namun, kata dia, sebelum PKPU itu keluar, pemerintah daerah juga diharapkan untuk berkoordinasi dengan KPU setempat terkait dengan zonasi masa kampanye itu.
Adapun, Ketua Komisi Pemilihan Umum Hasyim Asy'ari menyampaikan paparan materi kaitan kesiapan dan dinamika penyelenggaraan Pilkada Serentak 2024. Menurut dia, dalam menyusun jadwal tahapan penyelenggaraan Pemilu dan Pemilihan 2024,
Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI mempertimbangkan beberapa hal. Pertimbangan utama yaitu tahapan akan dirancang secara efisien dan efektif baik secara anggaran maupun hal lain terhadap dukungan penyelenggaraan.
"Sehingga tahapan ini bisa berjalan dengan efisien dan efektif baik secara anggaran maupun hal lain terhadap dukungan tahapan-tahapan," kata dia.
Hasyim menyampaikan dalam pelaksanaan pilkada nanti tentu mengharapkan melahirkan pemimpin yang berkualitas sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Dia mengatakan, masyarakat juga harus mengontrol partai politik untuk mengajukan tuntutan kriteria calon kepala daerah untuk diusung, sehingga partai politik juga akan mempersiapkan kandidat sesuai dengan acuan kriteria masyarakat.
“Partai politik jangan berjalan sendiri, partai politik juga harus dikawal diberikan masukan, diajukan kriteria calon kepala daerah yang diminati oleh masyarakat,” tutur dia.
Dia mengatakan, masyarakat jangan mengajukan komplain terkait dengan kualitas kepala daerah jika tidak melakukan pengawalan dan pengajuan masukan terkait dengan kriteria kepala daerah yang diinginkan masyarakat. Menurut itu, akan menjadi salah satu langkah untuk memudahkan masyarakat dalam menentukan pilihan pelaksanaan pilkada nanti, mana calon kepala daerah yang sesuai dengan kriteria yang dibutuhkan oleh masyarakat.
Tak hanya itu, ia juga memberikan penguatan kepada para penyelenggara pemilu untuk menjadi manajer konflik yang telaten, terutama menjaga diri untuk terus bersikap netral menuju pelaksanaan pilkada.
“Untuk KPU jangan pernah melakukan tindakan yang kira-kira menimbulkan potensi konflik. Bekerjalah secara profesional dan berintegritas,” kata dia. (abu hamzah-suryadi/C)