Selain politik uang, Tim Gakkumdu juga meminta perhatian terhadap tiga pelanggaran lainnya, antara lain merusak atau menghilangkan alat peraga kampanye peserta, menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan, serta praktik memberikan suara atau memilih lebih dari satu kali di satu Tempat Pemungutan Suara (TPS).
"Salah satu kerawanan tertinggi pada Pilkada adalah praktik politik uang, termasuk dalam bentuk pemberian suara lebih dari satu kali atau pemilih mengaku sebagai orang lain," tambah Agus.
Agus juga memaparkan data penanganan perkara selama Pemilu dan Pileg 2024 kepada para Kajari, Kapolres, KPU, Bawaslu, dan penyidik Tim Gakkumdu lainnya. Hingga 20 Juni 2024, Tim Gakkumdu telah menangani 176 perkara, dengan rincian 4 perkara pada tahap Pra Penuntutan (Patut), 29 perkara di tingkat Penuntut, dan 143 perkara berhasil dieksekusi.
Dari total 176 perkara tersebut, 15 persen di antaranya terkait dengan politik uang dan praktik memberikan suara lebih dari satu kali.
"Sebanyak 3 perkara mendapatkan putusan bebas karena alasan kedaluwarsa, serta terdapat perbedaan pemahaman antara majelis hakim dan sentra Gakkumdu," jelasnya.
Dalam kesempatan yang sama, Anjak Utama Bidang Pidum Bareskrim Polri, Kombes Muslimin Ahmad, memaparkan bahwa potensi tindak pidana Pemilu pada Pilkada serentak 2024 diperkirakan akan meningkat, mengacu pada pengalaman pelaksanaan Pilkada pada tahun-tahun sebelumnya.
Pada tahun 2015, Pilkada dilaksanakan di 269 daerah pemilihan (dapil), dengan 34 perkara diteruskan ke Polri, 22 perkara dilimpahkan ke Kejaksaan setelah penyidikan oleh polisi, dan 12 perkara dihentikan karena bukti yang tidak cukup atau cacat formil.