JAKARTA, RAKYATSULSEL - Sejak 20 Juni 2024, Pusat Data Nasional (PDN) lumpuh akibat serangan cyber ransomware yang mengenkripsi data dan sistem operasi penting di pusat data tersebut. Selama lima tahun terakhir, seluruh tahapan penyelenggaraan konstruksi mulai dari proses perizinan berusaha, pengadaan barang dan jasa, hingga big data processing dalam penentuan kebijakan pengembangan jasa konstruksi nasional telah sepenuhnya mengadopsi teknologi informasi.
Sebelum serangan cyber ransomware, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) sebagai pembina sekaligus pengguna jasa konstruksi, Lembaga OSS yang mengelola perizinan berusaha, dan LPKPP yang mengatur dan mengelola pengadaan barang dan jasa pemerintah, masing-masing melaksanakan tugas dan kewenangannya dengan efisien dan tepat guna.
Namun, dengan terbitnya kebijakan Satu Data Nasional, hanya Kementerian PUPR yang menyerahkan Sistem Informasi Jasa Konstruksi Terintegrasi (SIJKT) ke server PDN, sementara portal PUPR, OSS, dan LKPP masih menggunakan cloud server.
Ketua Umum BPP GAPENSI, Andi Rukman Nurdin, menyayangkan kejadian serangan siber yang menyerang Pusat Data Nasional. Saat ini, dengan lumpuhnya PDN, SIJKT ikut terkunci. Selama 10 hari tercatat 1.479 permohonan perizinan berusaha dan 12.332 permohonan sertifikasi tenaga kerja konstruksi terhenti.
Andi Rukman menambahkan bahwa aplikasi e-simpan, bagian dari SIJKT yang terkunci oleh ransomware, mencatat pengalaman 10.527 badan usaha konstruksi dan 98.320 tenaga kerja konstruksi profesional. Data pengalaman tersebut digunakan oleh pengguna jasa APBN, APBD, dan swasta sebagai dasar persyaratan tender.
Hal ini memicu efek domino yang berujung pada tidak tercapainya pertumbuhan ekonomi di masa depan. Dampaknya sangat dirasakan oleh pelaku jasa konstruksi yang bergantung pada kelancaran perizinan dan sertifikasi untuk beroperasi dan bersaing.
Sebagai Ketua Umum BPP GAPENSI yang diberi mandat untuk memberdayakan badan usaha jasa konstruksi Anggota GAPENSI di seluruh Indonesia, Andi Rukman berharap kepada pemerintah agar data yang tersandera dapat segera dipulihkan demi keberlangsungan dan perkembangan sektor jasa konstruksi. (*)