MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Mahasiswa Universitas Negeri Makassar memprotes video viral dua oknum dosen mendorong mahasiswa yang sedang meminta klarifikasi beberapa kebijakan kampus. Salah satunya, kewajiban para mahasiswa baru membeli almamater.
Wakil Rektor (WR) III Universitas Negeri Makassar (UNM) Profesor Andi Muhammad Idkhan mengatakan, terkait almamater tersebut pada dasarnya sudah ada keputusan dari Rektor.
"Sudah ada keputusan Pak Rektor (Prof Karta Jayadi) memang diharapkan seluruh mahsiswa baru itu memiliki jas almamater," ujar Prof. Idkhan saat ditemui di pelataran Phinisi UNM, Kamis (11/7/2024) sore.
Mengenai SK dari Rektor, Idkhan berharap para mahasiswa bisa mengerti dan menerima keputusan tersebut.
"Mudah-mudahan adik-adik mahasiswa itu bisa mengerti atas keputusan itu," ucapnya.
Idkhan mengatakan pihak kampus menginginkan agar para Maba memiliki jas almamater karena itu merupakan atribut kampus.
"Sebenanrya kalau kita mau seluruh mahasiswa baru harusnya memiliki jas almamater, makanya saya bilang kalaupun memang ada mahasiswa yang tidak memiliki kemampuan untuk itu, bisa dihadapkan ke pimpinan," ujar dia.
Jika mahasiswa yang kurang mampu itu sudah menghadap, kata Idkhan, maka giliran pimpinan kampus yang mengambil keputusan.
"Harga itu sudah sesuai dengan surat keputusan oleh Rektor jadi tetap Rp175 ribu," ujar dia.
Sebelumnya, puluhan mahasiswa Universitas Negeri Makassar (UNM) menggelar aksi demonstrasi di depan Kampus Menara Phinisi, Jalan AP Pettarani, Kecamatan Rappocini, Kota Makassar.
Sambil orasi dan membentangkan beberapa spanduk bertuliskan tuntutan, mahasiswa juga membakar ban hingga menghadang truk kontainer. Akibatnya, arus lalu lintas macet, utamanya dari arah Flyover menuju Jalan Sultan Alauddin.
Mahasiswa ini menggelar aksi demonstrasi menyikapi viralnya seorang dosen UNM yang diduga melakukan tindakan arogan terhadap mahasiswa yang mempertanyakan kebijakan kampus mewajibkan mahasiswa baru membeli jas almamater.
Menurut pendemo, kritik yang dibalas perlakuan kurang mengenakkan oleh dosen dengan cara mendorong mahasiswa itu tidak sepantasnya dilakukan seorang tenaga pendidik.
Selain menyikapi aksi arogansi dosen, para pendemo juga menyoroti harga jas almamater yang dipatok pihak kampus dinilai terlalu mahal dan terkesan dikomersilkan. Termasuk beberapa kebijakan kampus UNM lainnya yang dinilai memberatkan mahasiswa diantaranya, penerapan UKT jalur mandiri juga KMDnya PGSD.
"Hari ini kita turun untuk menuntut problematika yang ada di UNM. Ada enam isu yang kami bawakan, salah satunya SK peninjauan UKT yang sampai hari ini belum juga terbit, kedua maslah IPI kedokteran, ketiga masalah kebebasan berekspresi mahasiswa, keempat problematika almamater, kelima masalah UKT jalur mandiri," ujar koordinator aksi, Ahmad Mulyadi.
Ahmad mengatakan, semua tuntutannya ini sebelumnya telah dilakukan dialog bersama Rektor UNM Prof Karta Jayadi. Hasil dari diskusi tersebut, pihak rektorat disebut berjanji akan menyelesaikan seluruh persoalan itu, namun faktanya sampai hari ini tak kunjung diselesaikan.
"Kami mendesak dan meminta kejelasan atas semua tuntutan kami," ungkapnya.
Selain itu, Ahmad juga mengatakan kebijakan rektor untuk mahasiswa baru yang diwajibkan membeli almamater dan dasi dengan harga Rp250 ribu tidak sejalan dengan tujuan utama pendidikan nasional. Kampus dengan label negri dinilai tidak memperhatikan kemampuan ekonomi mahasiswanya sebelum mengeluarkan kebijakan.
“Tetapi setelah dikritik. Surat edaran rektor keluar bahwa harga almamater menjadi Rp175 ribu. Tetapi tidak include dengan dasi. Dasi sendiri dijual terpisah seharga Rp75 ribu. Jadi tidak ada bedanya surat edaran pertama dan surat edaran kedua,” tegas Ahmad.
Ahmad yang juga menjabat menteri Sosial Politik Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Psikologi UNM ini menyebutkan, beberapa waktu lalu pihaknya sempat menghadiri dialog dengan pihak rektorat. Bahkan, upaya untuk meminta kejelasan itu mendapat tindakan represif dari oknum dosen.
"Kemarin itu awalnya dialog terbuka. Tapi tidak ada tindak lanjut dari pihak rektorat. Makanya teman-teman melanjutkan aksi demonstrasi di jalan sebagai upaya bentuk perlawanan lebih lanjut,” jelasnya.
Bahkan para pendemo menuding pihak kampus sudah menggeser tujuan pendidikan yaitu mendidik dan membebaskan manusia menjadi semata-mata mengejar keuntungan finansial.
“Mekanisme peninjauan ini yang tidak transparan karena minimnya keterlibatan mahasiswa,” imbuh dia. (Isak Pasa'buan/B)