SINJAI, RAKYATSULSEL - Keputusan Pengadilan Negeri Sinjai yang memaksakan eksekusi sebuah rumah toko di Jalan Sungai Tangka, Kabupaten Sinjai menuai protes dari pihak pemilik dan kuasa hukum.
Eksekusi terhadap putusan Mahkamah Agung RI Nomor: 4697 K/PDT/2023 Tanggal 20 Desember 2023 Jo. Putusan Pengadilan Tinggi Makassar Nomor: 88/PDT.G/2022/PT MKS tanggal 27 April 2022 Jo. Putusan Pengadilan Negeri Sinjai Nomor: 10/Pdt.G/2021/PN Snj tanggal 21 Oktober 2021 dinilai sangat melukai rasa keadilan.
Kuasa hukum ahli waris, Acram Mappaona Azis mengatakan, putusan tersebut tidak seharusnya dilaksakan. Alasannya, kata Acram, upaya tersebut menimbulkan kerugian terhadap pihak yang dieksekusi.
Acram menceritakan, perkara yang berawal dari tawaran Andi Harun, yang saat ini menjabat Wali Kota Samarinda itu untuk membantu almarhum Hajja Hirsyam Ismail. Bantuan tersebut bukan cuma-cuma, melainkan barter antara ruko di Jalan Sungai Tangka dengan tanah dan bangunan di Jalan Persatuan Raya Nomor 17, Sinjai. Acram mengatakan , pihak Andi Harun mengklaim bahwa ruko di jalan sungai berharga Rp. 1,4 miliar.
"Namun sampai saat ini, dokumen kepemilikan ruko tersebut belum pernah diperlihatkan, terlebih diserahkan kepada almarhum Hj Hirsjam atau keluarganya," ujar Acram, Senin 15 Juli 2024.
Dalam Gugatannya, kata Acram, Andi Harun justeru meminta kembali ruko tersebut sebagai pengganti sewa terhadap rumah yang masih ditinggali ahli waris Hj. Hirsyam Ismail, yang meninggal dunia pada bulan Maret 2017.
Selain itu, sambung Acram, kwitansi penyerahan uang sebesar Rp. 550.000.000,- oleh Andi Ashariyanti Siri yang diduga memuat tanda tangan palsu Ismail Yacob, suami dari Hirsyam, saat ini tidak diketahui keberadaannya berdasarkan SP2HP dari penyidik Polres Sinjai.
"Andi Ashariyanti Siri yang menjadi perantara transaksi, ternyata juga diduga menempatkan keterangan palsu di atas sumpah di sidang pengadilan," ujar Acram.
Menurut Acram, hal yang disayangkan karena hakim di PN Sinjai tidak mencermati tanda tangan Ismail Yacub di kwitansi tanpa tanggal, yang tidak identik dengan bukti-bukti lainnya.
"Demikian halnya dengan penyetoran uang di Bank BTN, hanya menunjukkan rekening koran, tanpa ada keterangan pihak yang melakukan pembayaran, termasuk tidak terdapat bukti bukti transfer atau setoran, serta keterangan lunas dari Bank BTN Makassar," urai Acram.
Adapun ahli waris Hj. Hirsyam Ismail, Hilda Ismail dkk, telah melakukan upaya perlawanan eksekusi melalui Pengadilan Negeri Sinjai dan telah mengajukan permohonan peninjauan kembali, namun Pengadilan Negeri Sinjai tetap memaksakan pelaksanaan eksekusi, terhadap putusan yang masih memerlukan tafsir hukum.
Acram mengatakan pihak termohon eksekusi menolak pelaksanaan eksekusi karena menduga terdapat khilaf dan kesesatan dalam putusan pengadilan.
"Hilda Ismail dkk, sebagai Ahli Waris Almarhum Hj Hirsjam Ismail dan Almarhum Ismail Yacob, sangat menyayangkan sikap Pengadilan Negeri Sinjai yang memaksakan eksekusi tanpa memperhatikan hak-hak yang seharusnya diterima oleh almarhum orang tua mereka," imbuh Acram.
Salah satunya, ruko yang terletak di Jalan Sungai Tangka, yang ternyata dibangun di atas ruas jalan dan belum pernah diterima oleh almarhum orang tua.
"Demikian halnya dengan uang tunai yang disebutkan dalam gugatan, sangat melukai ahli waris, terutama terkait dengan kwitansi tanpa tanggal senilai Rp 550 juta yang diserahkan Andi Asharyanti Siri. Lebih aneh lagi karena Asli Kwitansi tersebut mendadak hilang, tidak diketahui keberadaannya," timpal Acram.
Acram menilai Mahkamah Agung RI dalam putusannya juga ternyata diduga khilaf dan keliru, dengan tidak mempertimbangkan Surat Edaran Mahkamah Agung RI Nomor: 4 Tahun 2016 mengenai rumusan pengertian pembeli yang beritikad baik.
Putusan Nomor 10/Pdt.G/2021/PN Snj juga ambigu, yang menyebutkan memerintahkan Tergugat untuk melanjutkan proses jual beli, sementara dalam pelaksanannya, Ketua Pengadilan Negeri Sinjai memaksakan melakukan eksekusi.
Demikian halnya dengan putusan yang menyebutkan Andi Harun mengalami kerugian, tanpa mengetahui nilai kerugian yang diderita.
Dengan demikian, kata Acram, seharusnya Putusan Mahkamah Agung RI Nomor: 4697 K/PDT/2023 Tanggal 20 Desember 2023 Jo. Putusan Pengadilan Tinggi Makassar Nomor: 88/PDT.G/2022/PT MKS tanggal 27 April 2022 Jo. Putusan Pengadilan Negeri Sinjai Nomor: 10/Pdt.G/2021/PN Snj tanggal 21 Oktober 2021 tidak dapat dilaksanakan.
Eksekusi yang sebelumnya dijadwalkan Jumat, 12 Juli 2024, diubah menjadi Rabu, 17 Juli 2024, pekan lalu. Pelaksanaan eksekusi tersebut, menunjukkan Pengadilan Negeri Sinjai diduga tidak memperhatikan nilai-nilai keadilan yang tumbuh dan berkembang di masyarakat, dan seolah-olah dengan kewenangan yang dimiliki, berhak melakukan eksekusi tanpa memperhatikan hak dan kewajiban yang belum terselesaikan.
Menurut Acram, pihak ahli waris dan penasihat hukum telah melaporkan perbuatan Pengadilan Negeri Sinjai ke Pengadilan Tinggi ke Badan Pengawas Mahkamah Agung RI dan Komisi Yudisial RI. Pihak ahli waris yang akan dieksekusi menegaskan, bahwa penolakan eksekusi bukan karena tidak menghormati hukum, melainkan karena ada hak dan fitnah dalam putusan Pengadilan yang harus diluruskan.
"Terutama terkait dengan putusana yang menyebutkan Almarhum Ismail Yacob telah menerima uang berdasarkan Kwitansi dibuat Andi Asharyanti Siri yang diduga tanda tangan dalam kwitansi tersebut palsu, dan saat ditangani Penyidik Polres Sinjai, mendadak kwitansi tersebut tidak diketahui keberadaannya," kata Acram.
Dia mengatakan, bila eksekusi tetap dilaksanakan oleh Pengadilan Negeri Sinjai, maka hal ini menjadi preseden buruk dalam catatan hitam perilaku hukum, yakni suatu jual beli dapat dilakukana melalui perantara hakim, tanpa perlu lagi menghadap ke pejabat yang ditunjuk untuk membuat akta jual beli.
"Demikian halnya dengan bukti transaksi cukup diterangkan depan hakim dengan menunjukkan kwitansi yang tidak jelas tanggal pembuatannya," tutup Acram. (*)