MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Setiap pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada) di Indonesia mobilisasi Aparatur Sipil Negara (ASN) kerap kali dilakukan oleh kepala daerah. Tujuannya, menang pilkada.
Ketua Bawaslu Makassar Dede Arwinsyah menyatakan terkait dengan netralitas ASN, Bawaslu akan melakukan pengawasan terkait dengan antipasi pelanggaran. Apalagi, netralitas ASN masuk kedalam aturan undang-undang mengenai perlindungan.
Sehingga apabila ada informasi atau laporan dan temuan yang didapatkan oleh Bawaslu maka penanganan kasus bakal dilanjutkan ke KASN untuk memberikan sanksi bagi ASN yang dianggap terlibat nantinya.
"Penanganan sanksi itu merupakan ranah KASN, Bawaslu mendapatkan laporan maupun aduan terkait temuan lalu menyusun laporan kemudian melaporkan ke KASN," jelas Dede, saat diskusi soal Pelanggaran ASN Perhelatan Pilkada di Warkop Kopizone, Selasa (16/7).
Dia mengungkapkan pihaknya telah melakukan pencegahan netralitas ASN dan TNI/Polri di Pilkada dengan menyebarkan surat imbauan kepada seluruh instansi terkait.
"Memang sekarang, kita tidak bisa panggil untuk mintai klarifikasi jika ada dugaan pelanggaran netralitas ASN, karena belum ada penetapan," jelas Dede.
Terpisah, Pakar Pemerintahan Unhas, Andi Lukman Irwan tak menampik usulan menghilangkan hak pilih ASN bisa dipertimbangkan. Namun menurutnya, kebijakan itu tentu tak akan mudah direalisasikan sebab sarat kepentingan di Senayan.
"Kebijakan bahwa ASN tidak dipilih atau memilih, memang akan menjadi terobosan dan butuh keberanian mengubah undang-undang di DPR. Ini berbicara mesin elektoral dan relasi ASN adalah patron," ungkapnya.
"Tapi tentu ini menjadi harapan ke DPR. Apakah DPR betul-betul punya terobosan terhadap ASN yang mampu menempatkan posisinya sama dengan anggota TNI Polri dan aktif, yang tidak bisa memilih," sambungnya.
Akademisi Unhas ini menyarankan Bawaslu agar mencermati seleksi dan mutasi kepala dinas, camat hingga lurah jelang Pilkada 2024. Andi Lukman bilang, Bawaslu bisa memberikan informasi jika ada ASN yang melanggar netralitas, namun akan dilantik oleh kepala daerah.
"Bawaslu bisa memberikan penyampaian ke KASN, bahwa yang bersangkutan pernah melakukan pelanggaran netralitas, harap dipertimbangkan untuk disetujui. Karena Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) tidak bisa melantik kalau tidak ada persetujuan KASN," jelasnya.
"Nah pertanyaannya sekarang, apakah Bawaslu berani atau tidak melaporkan itu. Ini kan supaya ada efek jera untuk ASN kita," kunci Andi Lukman.
Direktur Lembaga Konsultan Politik Nurani Strategi Nurmal Idris menyebutkan ada beberapa faktor penyebab ASN biasanya tidak netral selain karena kekerabatan dan hubungan emosional biasa juga yang memotivasi para ASN ikut campur karena hubungan kedekatan
kepala daerah itu sendiri.
"ASN beranggapan kalau tidak mendukung kepala daerah itu dirinya kemungkinan dinonjobkan, bisa juga tekanan kepala dinas untuk menekan anak buahnya untuk mengarahkan mendukung seseorang," ucapnya.
Nurmal Idris menjelaskan mobilisasi ASN dianggap mudah dan sulit untuk dikendalikan oleh penyelenggara khususnya Bawaslu karena peran ASN dianggap komplit, pasalnya peran kepala daerah bahkan menguasai struktur sampai terbawa yang dekat dengan pemilih.
"Jadi calon kepala daerah yang punya hubungan struktural atau hubungan emosional dengan ASN di wilayah itu, maka dia bisa menjanjikan kepala desa itu jabatan maupun meningkatkan biaya operasionalnya," jelasnya.
Sehingga kata dia perlu upaya Bawaslu sendiri untuk menekan dan mencegah terjadinya penyalahgunaan dengan meningkatkan sosialisasi maupun menumbuhkan kesadaran.
"Memang kita akui peran Bawaslu saat ini belum maksimal sehingga perlu pencegahan kedepannya," tutupnya. (Yadi/B)