“Ini juga sama pentingnya untuk mengapresiasi dan merayakan setiap perubahan positif, dukungan, dan kolaborasi yang telah dicapai dan terjalin hingga saat ini,” ungkapnya.
Deputi Direktur Eksekutif Yayasan Bakti,
Zusanna Gosal mengatakan ini menjadi refleksi jeda sebentar sebagai NJO yang hidupnya dari donor untuk kepentingan masyarakat. Bagaimana tentang gerakan yang didorong dan apa yang sudah dilakukan.
“Kita tidak hanya menyalahkan negara, kita lihat kita sudah bikin apa dan ada beberapa hal yang perlu di perbaiki dan harus adanmya kolaborasi,” ucapnya.
Pengurus Yayasan Humanis dan Inovasi Sosial,
Ilham Saenong mengakui jika melalui kegiatan tersebut, mereka dapat melihat antusiasme peserta, baik yang berasal dari kota terdekat, Makassar, maupun yang jauh-jauh datang dari ujung pulau Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara dan Papua.
Forum dua hari ini menjadi kesempatan kita untuk saling belajar dan memaknai ulang apa dan siapa yang kita perjuangkan, ruang sipil seperti apa yang harus tersedia, dan bagaimana kita mengupayakannya.
“ICSF ini menjadi forum dan ruang aman bagi kita semua untuk masyarakat sipil berefleksi dan berstrategi,” ucapnya.
Saat ini, masyarakat sipil di Indonesia tengah menghadapi banyak ragam tantangan. Misalnya, minimnya akses kepada fasilitas publik untukgerakan kelompok disabilitas serta penyempitan ruang sipil dari berbagai arah.
Akses fasilitas publik untuk kelompok disabilitas seringkali ditemui di region Timur di Indonesia, tidak hanya itu, di beberapa desa kelompok disabilitas seringkali dianggap seperti hal yang memalukan sehingga disembunyikan oleh keluarganya.
Penyempitan ruang sipil misalnya dapat dilihat dalam adanya narasi-narasi kemungkinan masuknya aparatur negara ke ruang sipil dengan banyaknya Rancangan Undang-Undang (RUU) yang membuka adanya kesempatan kembalinya Indonesia ke rezim yang lebih represif, seperti RUU Perubahan UU TNI.
Jika lolos, organisasi masyarakat sipil khawatir akan lebih banyak represi terhadap masyarakat sipil.
Secara internal, masyarakat sipil juga mengutarakan bahwa adanya kebutuhan untuk regenerasi dalam gerakan agar pengetahuan dan kekuatan tidak berpusat kelompok tertentu saja.
Ada kepentingan untuk terjadi regenerasi dan keterlibatan orang muda di organisasi agar pengetahuan tidak terkumpul di satu orang saja”, ujar Cung, salah satu perwakilan organisasi masyarakat sipil.
Tantangan lain adalah mekanisme pendanaan yang perlu lebih inklusif dan ramah bagi OMS di tingkat tapak yang memiliki kapasitas terbatas. Walaupun banyak tantangan, masyarakat sipil tetap terus bergerak dan berinisiatif untuk memperkuat demokrasi melalui kerja-kerjanya dalam berbagai isu.
Misalnya, Econusa yang bekerja di Papua dan Maluku berhasil melakukan sociopreneurship untuk penggalangan dana, tidak hanya bagi organisasi, namun bagi koperasi-koperasi masyarakat yang dinaungi oleh organisasinya.