"Prinsipnya seperti logika dagang, kemenangan besar diperoleh dengan modal biaya yang minimal," katanya.
Wakil Dekan I Fisipol Unismuh itu menilai bahwa format kontestasi berbasis kotak kosong tentu jauh lebih murah dibandingkan running dengan beberapa kontestan.
"Biaya memborong dukungan partai jauh lebih murah daripada membiayai seluruh tahapan Pilkada. Dengan formasi kotak kosong, pertarungan Pilgub sudah selesai," sebut Doktor jebolan Unismuh Jogya itu.
Lanjut dia, fenomena kotak kosong melahirkan peristiwa kontestasi tanpa kompetisi. Pemimpin dari paslon tunggal berhasil mengeliminasi lawan sebelum hari pemilihan.
"Situasi ini sebenarnya melemahkan kualitas demokrasi lokal," sebut pemerhati forum pemerintahan itu.
Ia menuturkan bahwa fenomena kotak kosong tidak boleh membuat paslon tunggal terlena. Meskipun tren kemenangan paslon tunggal hampir 100 persen, kecuali Pilwali Makassar 2018, paslon tunggal perlu tetap waspada.
"Kontestasi berbasis kotak kosong bisa membuat konsolidasi oposisi menjadi efektif dan sangat rawan ditumpangi kepentingan politik eksternal," tuturnya.
Dia menambahkan bahwa pengalaman Pilwali Makassar 2018 menunjukkan bahwa kotak kosong akan menang jika mampu menemukan tokoh perlawanan simbolik.
"Dimana sang tokoh memiliki kekuatan memobilisasi birokrasi dan jejaring perlawanan di basis akar rumput," tukasnya. (Yadi/B)