Penulis : Hafid Abbas
Guru Besar UNJ
RAKYATSULSEL - Pada 24 Juli 2024, UNJ kembali lagi mengukuhkan tiga orang guru besarnya yakni: Prof Dr Sukro Muhab, MSi, Guru Besar Bidang Manajemen Pembelajaran Kimia; Prof Dr Yusmaniar, MS, Guru Besar Bidang Ilmu Kimia Polimer; dan Prof Dr Setia Budi, SSi, MSc, Bidang Ilmu Kimia Material.
Prof Sukro melalui orasi ilmiahnya: “Manajemen Pembelajaran Kimia TERPADU dalam Penguatan Profil Pelajar Pancasila“ mengemukakan bahwa pelaksanaan pembelajaran adalah kegiatan intrakurikuler, pelaksanaan proyek penguatan profil pelajar Pancasila serta kegiatan ekstrakurikuler yang diselenggarakan agar pelajar memililiki pengalaman belajar aktif mendalam yang disingkat ADLX (Active Deep Learner Experience).
Selain itu, pelaksanaan pembelajaran dalam suasana belajar kolaboratif dan inspiratif dilakukan dengan menerapkan empat elemen kunci INTROFLEX yakni: Individualisasi, Interaktif, Observasi, dan refleksi untuk mencapai ADLX-Active Deep Learner Experience.
Melalui keempat elemen kunci tersebut diharapkan tercipta suasana belajar yang kondusif, memantik ide, mendorong daya imajinasi, mengeksplorasi hal-hal baru; dan memfasilitasi pelajar dengan berbagai sumber belajar untuk memperkaya wawasan dan pengalaman belajar, di mana pendidik berperan sebagai fasilitator dan tidak menjadi satu-satunya sumber pembelajaran.
Perhatian Prof Sukro pada pembenahan proses pembelajaran tentu cukup beralasan karena ini adalah pangkal dari berbagai persoalan mutu pendidikan Indonesia.
Pertama, di Distrik Mindiptana, Kabupaten Boven Digoel di Distrik Mindiptana, Kabupaten Boven Digoel sekitar 40% SMA belum bisa membaca dan menulis, dan 50% di SMP (detiknew.com 29/10/2017). Bahkan, 89% siswa SD di Kab Asmat Papua Selatan juga belum bisa membaca (Antara, 08/12/2022).
Kedua, Katarina Tomaševski, Special Rapporteur PBB tentang pendidikan di Indonesia menunjukkan bahwa terdapat 25 juta angkatan kerja baru setiap tahun yang amat membutuhkan agar pendidikan yang telah diperolehnya terkait dengan kebutuhan dunia kerja.
Jika dijumlahkan dengan jumlah pengangguran 30% yang ada, maka terdapat 40 juta yang belum bekerja secara formal. Secara statistik 70% dari mereka bekerja dengan tidak memerlukan ijazah, terserap di sektor informal berupah amat rendah atau bekerja sendiri (self-employed), dan hanya 30% lainnya masih memerlukan ijazah. Itulah sebabnya pendidikan menengah Indonesia meski diwajibkan tetapi tidak menarik (2002)
Ketiga, Majalah The Economist, pada edisi 29 Maret 1997 menurunkan laporan the Third International Maths and Science Study (TIMSS). Di antara 41 negara sampel, anak SD dan SMP Singapura, Korea Selatan, Jepang dan Hong Kong, ternyata berada pada urutan teratas mengungguli AS dan Inggeris yang mempunyai wajib belajar lebih lama. AS berada pada urutan ke 28 dalam Matematika, dan ke 17 dalam Sains. Inggeris berada pada urutan ke 25 dalam Matematika dan Skotlandia pada urutan ke 29.
Dalam penelitian TIMSS tersebut, Indonesia tidak termasuk negara peserta, didiskualifikasi akibat data yang disampaikan dinilai tidak akurat. Diduga jawaban soal-soal yang dilaporkan itu tidak dikerjakan oleh siswa, tetapi oleh para guru.
Pada pemeringkatan Programme for International Student Assessment (PISA, 2018) yang dirilis hasilnya pada 3 Des. 2019, dengan mengolah sekitar 600.000 data respon siswa yang berasal dari 79 negara, terlihat posisi Indonesia jauh tertinggal dari tetangganya.
Untuk Matematika, Singapura berada di urutan ke-2, Vietnam ke-24, Malaysia ke-48, Brunei ke-52, Thailand 58, dan Indonesia di urutan ke-72 atau ke-5 terendah dari bawah. Pada PISA 2022, Vietnam terbaik ke-8 di antara 73 negara peserta, dan Indonesia berada di urutan kedua terendah di dunia di pemeringkatan itu.
Dengan realitas yang berkepanjangan itu, banyak pertanyaan yang muncul. Siapa yang bertanggung jawab jika anggaran 20% APBN dan APBD habis seperti tidak ada manfaatnya bagi peningkatan mutu pendidikan, bahkan sebaliknya, mutunya semakin menurun.
Mengapa di masa lalu, misalnya, Malaysia yang mendatangkan guru-guru dari Indonesia untuk memajukan pendidikannya, kini sudah jauh lebih maju dari Indonesia. Mengapa pula Vietnam yang telah dilanda perang selama 50 tahun, kini kemajuan pendidikan sains dan matematikanya tercatat di PISA 2022 terbaik ke-8 di dunia.
Semoga gagasan pembelajaran terpadu berprofil Pancasila dari Prof Sukro dapat menjawab beragam realitas itu.
Kedua, pada orasi ilmiahnya Prof Yusmaniar mengetengahkan “Perkembangan Plastik Sintesis Menjadi Plastik Biodegradable untuk Mewujudkan Lingkungan yang Bersih” bahwa secara global plastik berbahan dasar minyak bumi pada industri kemasan telah menimbulkan masalah di mana bahan ini sulit terurai, sehingga bila sudah tidak terpakai akan menjadi sampah.
Bahan ini telah mengkhawatirkan masyarakat internasional untuk menggantinya dengan bahan yang mudah terurai di berbagai sektor pertanian, elektronik, industri makanan, dan pengemasan. Terlebih lagi, bahan ini juga telah dibawa bersama dengan masalah-masalah yang menyangkut terhadap pembaharuan dan pembuangan yang aman dari bahan-bahan tersebut, karena akan mempengaruhi lingkungan dan satwa.
Atas keprihatinan itu, kini masyarakat internasional gencar mempromosikan penggunaan bioplastik. Bioplastik atau biopolimer seperti pati, nanoselulosa, polisakarida berasal dari sumber bahan terbarukan, yang dihasilkan dari sumber agro/pangan dan aman untuk digunakan pada industri makanan.
Selain itu pati telah dianggap sebagai kandidat yang sangat baik untuk menggantikan polimer sintetis karena ketersediaannya yang melimpah, sangat tinggi prosentase biopolimernya yang dapat terurai, murah, dan terbarukan.
Nanoselulosa dapat didefinisikan sebagai bahan yang memiliki dimensi 100 nm (nm) atau kurang,dengan luas permukaan besar, porositas tinggidengan interkonektivitas pori sangat baik, bobot rendah, dan kemampuan terurai secara hayati tinggi.
Berbagai sumber selulosa yang dapat diaplikasikan untuk menghasilkan nanoselulosa, seperti serabut kelapa, eceng gondok, tandan kosong kelapa sawit, rami, daun nanas, kulit pohon kenaf, rosela, kapas, pinang sekam dan ampas tebu. Nanoselulosa ini dapat digunakan untuk memperkuat biopolimer pati.
Semoga minat dan arah penelitian Prof Yusmaniar akan semakin berkontribusi pada pengembangan plastik biodegradable yang terbuat dari material yang dapat diperbaharui, mudah terurai oleh mikroorganisme dalam tanah sehingga terwujud lingkungan yang sehat dan bersih.
Selanjutnya, pada orasi ilmiahnya Prof Agus tentang “Pembuatan Elektroda Berstruktur Nano Untuk Pengembangan Teknologi Energi Terbarukan dan Bersih” mengemukakan bahwa sebagai bahan bakar yang tidak terbarukan, cadangan minyak dunia juga sangat terbatas dan terus berkurang.
Data dari BP Statistical Review of World Energy 2021 menunjukkan bahwa cadangan minyak bumi di seluruh dunia diperkirakan sekitar 1,73 triliun barel pada akhir tahun 2020. Dengan tingkat konsumsi saat ini, diperkirakan cadangan ini hanya akan bertahan selama sekitar 50 tahun lagi.
Adapun di Indonesia khususnya, berdasarkan hasil riset BRIN 2023, cadangan minyak bumi diperkirakan tinggal sekitar 3,77 miliar barel. Dengan tingkat produksi saat ini yang mencapai sekitar 700.000 barel per hari, cadangan minyak ini diperkirakan hanya akan bertahan selama sekitar 15 tahun ke depan, jika tidak ditemukan cadangan baru dan tanpa adanya perubahan signifikan dalam pola konsumsi energi
Sumber energi terbarukan, termasuk energi surya, angin, panas bumi, tidal, air, dan biomassa, menawarkan alternatif yang menjanjikan untuk bahan bakar fosil. Sumber-sumber ini berlimpah, berkelanjutan, dan memiliki dampak lingkungan yang jauh lebih rendah.
Di Indonesia, etanol yang dapat diproduksi dari biomassa dan air yang ketersediaanya cukup melimpah merupakan sumber energi terbarukan yang sangat potensial untuk dimanfaatkan. Namun, tantangan utama yang dihadapi adalah efisiensi proses konversinya ke dalam bentuk energi yang diperlukan.
Sejak beberapa dekade terakhir, banyak riset difokuskan pada pengembangan teknologi konversi energi untuk memanfaatkan sumber terbarukan ini dalam menghasilkan energi bersih.
Elektroda dengan kinerja katalitik dan kestabilan yang tinggi sangat dibutuhkan dalam pengembangan perangkat teknologi energi terbarukan.
Paduan platina dengan logam transisi dalam bentuk lapisan berstruktur nano menunjukkan potensi besar sebagai elektrokatalis dalam direct ethanol fuel cell (DEFC). Selain lebih ekonomis, material ini memiliki resistansi transfer muatan (Rct) yang rendah, kinetika reaksi katalitik yang tinggi, serta ketahanan terhadap peracunan oleh spesies intermediate yang baik sehingga menawarkan stabilitas yang tinggi.
Semoga minat dan arah penelitian Prof Agus kelak akan berkontribusi pada pemajuan dan pengembangan energi terbaharukan bagi hari depan kita bersama. (*)