WAJO, RAKYATSULSEL - Petani di Kecamatan Majauleng mengeluhkan kondisi persawahan. Mereka berharap dibangunkan saluran irigasi, untuk hasil panen lebih baik.
Kadir (28), warga Desa Tajo, Kecamatan Majauleng, Wajo mengatakan hingga usia menghampiri 29 tahun, sawah milik orang tuanya hanya sekali dalam setahun berproduksi.
“Di Tajo kondisinya kering sekali. Jangankan padi, biar rumput tidak tumbuh juga,” kata Kadir, Kamis (25/7).
Kondisi itu dikarenakan persawahan di daerahnya merupakan sawah tadah hujan. Walaupun begitu Pemkab Wajo dimintanya untuk tidak diam dalam mengatasi persoalan tersebut
“Banyak kabupaten lain yang tadah hujan juga, tapi sawahnya bisa berproduksi dua kali setahun. Tergantung pintar-pintarnya pemerintah membantu petani,” kritiknya.
Berbeda persawahan di Tajo, hanya sekali panen dengan jadwal tidak menentu. Tergantung hujan.
Camat Majauleng Andi Parawangsyah menjelaskan dari jumlah total 38.323 jiwa penduduk Majauleng, hampir separuhnya berprofesi sebagai petani atau berkebun.
“Ada lebih kurang 12.321 petani di sini,” sebutnya.
Berdasarkan data dihimpun, luas persawahan dan di Majauleng yakni 13.600 hektare (Ha). Semuanya berproduksi saat musim hujan tiba.
“Setelah masa tanam sampai panen. Selebihnya itu 9 bulan lamanya, 13.600 Ha tersebut menjadi lahan tidur. Biar ditanami cabai tidak bisa tumbuh,” jelasnya.
Petani di Majauleng kini menaruh harapan pada megaproyek Bendungan Paselloreng di Desa Arajang Kecamatan Gilireng. Proyek yang pernah diresmikan Presiden Jokowi itu diharapkan dapat mengairi persawahan di beberapa kecamatan, termasuk Majauleng.
“Kalau itu sudah berfungsi, hasil panen petani bisa meningkat. Kita prediksikan sampai dua atau tiga kali panen dalam setahun,” tutupnya. (*)