Parpol Tak Berani Usung Jagoan di Pilgub Sulsel, Begini Penjelasan Pengamat

  • Bagikan
Ilustrasi Pilkada Serentak 2024

MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Meski punya potensi mengusung kader, namun sejumlah partai politik (parpol) justru memberikan karpet merah ke figur eksternal. Kondisi ini disebut dinilai parpol tak berani mengusung jagoan sendiri di Pilgub Sulsel.

Misalnya saja, Golkar pemilik 14 kursi dan memiliki calon potensial seperti Ilham Arief Sirajuddin, Indah Putri Indriani hingga Taufan Pawe.

Pengamat politik Unhas Makassar, Endang Sari menyebutkan situasi terjadi saat ini menunjukkan disfungsi parpol. "Tentu kita sekaligus menunjukkan pula betapa lemahnya pelembagaan partai politik di Sulsel," kata tenaga pengajar di Fisipol Unhas itu, Kamis (25/7).

Sejumlah partai politik (parpol) sudah menentukan arah dukungannya di Pemilihan Gubernur (Pilgub) Sulawesi Selatan 2024. Sejauh ini poros Andi Sudirman Sulaiman-Fatmawati Rusdi paling gencar menerima dukungan parpol.

Diketahui, hingga kini ada tiga poros yang masih masif berusaha menggaet dukungan parpol agar bisa mencukupkan koalisi. Selain Sudirman-Fatma yang sudah dalam bentuk bakal pasangan calon, juga ada poros Moh Ramdhan 'Danny' Pomanto dan Ilham Arief Sirajuddin (IAS).

Lima parpol sudah terang-terangan menyatakan arah dukungannya ke Sudirman-Fatma, yakni NasDem (17 kursi), Gerindra (13 kursi), Demokrat (7 kursi), dan PAN (4 kursi), Golkar (14 kursi) Sudirman-Fatma hampir pasti sudah mengantongi 55 kursi dari total 85 kursi di DPRD Sulsel. Partai menusul PKS.

Sementara Danny Pomanto, sudah menerima surat tugas dari PPP (8 kursi) dan PDIP (6 kursi), Hanura (1 kursi). Jumlah kursi yang sementara diperoleh Danny sebanyak 15 kursi, sehingga masih butuh 2 kursi lagi agar bisa mencukupkan koalisi. Ia berusaha mendapat PKB sebagai harapan terakhir.

Lebih lanjut mantan komisioner KPU Kota Makassar itu menyebutkan. Semua orang tahu bersama bahwa sejatinya partai politik berfungsi sebagai sarana komunikasi politik, sosialisasi politik, rekruitment politik/kaderisasi politik.

"Serta agregasi kepentingan, dan pengatur konflik. perkembangan politik di Sulsel menunjukkan betapa fungsi utama partai yaitu kaderisasi politik tidak berfungsi," jelas akademisi Unhas itu.

Dia menilai, dalam fungsi kaderisasi politik, partai seharusnya menjadi kawah candradimuka untuk melahirkan kader-kader pemimpin yang siap mengisi posisi di jabatan publik.

"Bukan sekadar sebagai perahu kekuasaan saja. maka ketika dalam seleksi kepemimpinan publik yang hanya digelar 5 tahun sekali seperti pilkada lantas partai tidak mengajukan kadernya sendiri menjadi calon, tentu ini menunjukkan bahwa terjadi disfungsi partai di situ," tukasnya. (Yadi/B)

  • Bagikan