"Ini kan bisa membantu program pemerintah dalam menyediakan lapangan pekerjaan dan kemiskinan dan pendapatan masyarakat,” imbuhnya.
Kata dia, dari jumlah 370 ribu pohon yang menjadi program tahun 2024 ini, akan menggunakan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) dengan ongkos satuan bakau itu sekira Rp 5 ribu, mula dari penyediaan benih hingga penanaman dan perawatan. Jika diasumsikan, DKP Sulsel bakal menggelontorkan sekira Rp 1,8 Miliar lebih.
“Jadi kita memang memberikan atensi kepada para penyedia (mitra) untuk melibatkan masyarakat secara langsung,” tuturnya.
Ia menyampaikan, untuk Sulsel sendiri secara khusus untuk luas tutupan hutan bakau diperkirakan sekitar 45 ribu hektar, dengan kualifikasi 11-12 ribu hektar yang masuk kategori bagus, 12-13 ribu hektar yang kualitas sedang dan sekira 24 ribu yang rusak.
Lebih jauh ia mengatakan, manfaat tutupan bakau sendiri juga bisa menjadikan Sulsel sebagai wilayah yang berkontribusi pada perdagangan karbon atau green economy.
Terpisah, Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Sulsel Andi Hasbi Nur mengatakan kualitas tutupan hutan bakau sendiri memiliki kualitas tutupan yang lebih baik dari tutupan hutan pada umumnya.
Ia menjelaskan, perkiraannya bisa mencapai 4 sampai 5 kali lebih baik jika dibandingkan dengan satu hektar tutupan bakau dan satu hektar tutupan hutan di daratan.
Ia juga menyegarkan ingatan masyarakat terkait dengan manfaat bakau sendiri yang bisa menjadi faktor peningkatan berkembangnya biota laut, yang bisa menjadi rumah bagi hewan laut.
“Kan itu bisa menjadi habitat seperti burung, dan bisa menjadi pemijahan (bertelur) dan berkembang biak hewan laut,” ulasnya.
Tak hanya itu, sisi ekonomi kreatif masyarakat juga bisa terbangun melalui pengelolaan hutan mangrove yang dilakukan oleh masyarakat seperti, ekowisata dan lain sebagainya. (Abu/B)