ENREKANG - RAKYATSULSEL - Harga bawang merah mengalami penurunan drastis dalam beberapa minggu terakhir, membuat petani dan pedagang di pasar tradisional khawatir akan dampak ekonomi yang ditimbulkan.
Penurunan harga ini berdampak pada petani bawang merah di berbagai daerah, termasuk petani di Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan yang merupakan salah satu penghasil bawang merah terbesar di Sulawesi Selatan. Pedagang di pasar tradisional juga merasakan dampak dari penurunan harga ini.
Anjloknya harga bawang merah nyaris terjadi di seluruh Indonesia. Anjloknya harga bawang merah tentu saja sangat di rasakan di seluruh pasar tradisional daerah Sulawesi Selatan, khususnya Kabupaten Enrekang seperti pasar tradisional Cakke, Baraka, dan Sudu.
Berdasarkan penuturan Siaman, seorang petani bawang merah, penurunan harga bawang merah di Kabupaten Enrekang terlihat sejak akhir bulan Mei 2024 dan terus berlanjut hingga saat ini, dengan harga yang anjlok hingga 30% dibandingkan bulan sebelumnya.
“Sebenarnya, harga bawang sudah anjlok sejak akhir Mei. Tapi, harganya anjlok terus sampai sekarang dan sangat disayangkan semua petani.”, tuturnya saat diwawancarai pada 24 Juli 2024 di Desa Saruran, Kabupaten Enrekang.
Penurunan harga ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain panen raya yang terjadi secara bersamaan di beberapa daerah penghasil, serta meningkatnya pasokan dari petani.
“Anjloknya harga karena petani bawang merah panen hampir bersamaan. Pedang besar yang biasanya beli bawang petani di sini (Kabupaten Enrekang) juga bilang kalau mereka fokus beli bawang dari daerah Bima, Brebes, dan Nganjuk.” ujar Siaman.
Selain itu, permintaan dari konsumen yang menurun akibat kondisi ekonomi yang tidak stabil juga berkontribusi pada penurunan harga.
Proses penurunan harga ini sangat dirasakan oleh petani karena harga bawang merah yang sebelumnya berkisar antara Rp26.000 per kilogram kini turun menjadi sekitar Rp9.000 per kilogram. Hal ini membuat para petani merasa tertekan, karena biaya produksi yang mereka keluarkan tidak sebanding dengan pendapatan yang mereka terima.
“Alhamdulillah, hasil panen saya sempat terjual di akhir Mei kemarin dengan harga Rp20.500, memang bukan harga paling tinggi tapi setidaknya ada sedikit untung. Beberapa tetangga kebun dan keluarga yang petani juga yang baru panen, jangankan untung, pembeli pupuk dan biaya selama menanam pun tidak kembali.”
Dampak dari anjloknya harga bawang merah ini cukup signifikan. Banyak petani yang terpaksa mengurangi luas lahan tanam mereka untuk bawang merah, sementara pedagang juga mengalami kesulitan dalam menjual stok mereka. Jika kondisi ini berlanjut, dikhawatirkan akan ada dampak jangka panjang terhadap ketahanan pangan dan kesejahteraan petani di daerah penghasil.
Anjloknya harga bawang merah di pasar tradisional menimbulkan kekhawatiran di kalangan petani dan pedagang. Diperlukan langkah-langkah strategis dari pemerintah dan pihak terkait untuk mengatasi masalah ini agar petani tidak terus merugi dan pasokan bawang merah tetap stabil di pasaran.
Nur Maghfirah Herman
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Universitas Negeri Makassar