"Kami berharap KPU tidak hanya mengandalkan instrumennya sendiri, tetapi juga partisipasi aktif masyarakat untuk sosialisasi secara masif," tambahnya.
Ia berpandangan bahwa kedekatan masyarakat dengan masing-masing kandidat pada pemilihan kepala daerah seharusnya meningkatkan partisipasi pemilih.
Namun, terkadang tingkat partisipasi rendah karena ada kelompok warga tertentu yang menganggap waktu libur sebagai waktu istirahat mereka.
"Kami mengimbau meskipun itu waktu libur, kita harus melihat demokrasi ini sebagai pesta. Sehingga kita tetap ikut berpartisipasi dalam momentum kegiatan mendatang," imbaunya.
Partisipasi publik dalam pemilu lebih besar dibandingkan dengan Pilkada karena banyak pihak yang terlibat dalam upaya menarik partisipasi publik untuk hadir di bilik suara.
"Kalau Pemilu waktunya relatif panjang, sedangkan Pilkada relatif pendek. Penetapan calon pada 22 September dan pemilihan pada 27 November, praktis waktu kampanye hanya 60 hari. Waktu persiapan cetak dan distribusi logistik hanya 50 hari," terang Hasbullah.
Lalu apa lagi yang dilakukan untuk meningkatkan partisipasi pemilih? Ia menjelaskan bahwa banyak upaya yang dilakukan. Klasifikasinya dibuat berdasarkan segmen kategori wilayah, seperti wilayah adat, wilayah konflik, dan wilayah dengan tingkat partisipasi rendah. Setiap wilayah disasar secara khusus sebagai segmentasi wilayah.
"Ada segmentasi pemilih pemula, kelompok marjinal, kelompok perempuan, dan kategori lainnya. Kami menyasar kelompok-kelompok tersebut untuk mendukung reproduksi pemilih yang edukatif," tukasnya. (Yadi/B)