BANTAENG, RAKYATSULSEL - Massa Aksi dari Perwakilan Keluarga dan Konstituen Hamsyah Ahmad sejak jam 11:00 WITA sampai 15:00 WITA membuat jalan nasional lumpur. Kendaraan mereka diparkir di jalan sehingga tidak ada kendaraan roda empat yang bisa melintas.
Baik dari Makassar menuju Bulukumba, maupun dari Bulukumba tujuan Makassar. Massa aksi menuntut Kejari Bantaeng untuk melepaskan pimpinan DPRD yang telah ditetapkan tersangka karena dugaan tindak pidana korupsi dana kesejahteraan pimpinan DPRD.
Tuntutan yang tidak terpenuhi tersebut membuat massa membakar ban. Tindakan anarkis juga tidak terhindarkan. Massa sempat melempari batu kantor Kejari dan melakukan pengrusakan pagar.
Papan nama Kejari Bantaeng juga tidak luput dari pengrusakan. Bahkan kaca dari kantor tersebut juga ikut pecah terkena lemparan batu. Aparat gabungan dari TNI-Polri terlihat menenangkan massa dan mengatur lalu lintas.
Koordinator Perwakilan Keluarga dan Konstituen, Nurdin Halim setelah berdiskusi dengan Kajari Bantaeng dan menemui demonstran mengatakan, pertama, dia meminta kelonggaran untuk Hamsyah Ahmad agar bisa menemani istrinya berobat.
"Kedua, bahwa apa yang disangkakan kepada pimpinan DPRD Bantaeng merujuk pada Peraturan Pemerintah nomor 18 tahun 2017 dimana apa yang diterima oleh pimpinan DPRD Bantaeng periode 2019-2024 hanyalah lanjutan dari pimpinan DPRD periode sebelumnya (2014-2019)," kata dia.
"Oleh sebab itu saya meminta kepada Kejari Bantaeng. Kalau Kejari Bantaeng serius dalam pemberantasan korupsi usut secara tuntas semua yang tersangka yang diduga merugikan keuangan negara. Kami orang Bantaeng akan memonitoring 1x24 jam seperti apa tuntutan ini dalam rangka untuk pengusutan secara tuntas siapapun baik secara perorangan maupun secara institusi agar ada penuntasan pemberantasan korupsi di Bantaeng," tambahnya.
Untuk diketahui pimpinan DPRD periode 2014-2019 ada sejumlah lima orang. Ketua DPRD pernah dijabat oleh Sahabuddin (2014-2018) dan Abdul Rahman Tompo (2018-2019) dari Partai PKS. Wakil Ketua I, Andi Nurhayati (2014-2019) dari PKB. Budi Santoso (2014-2018) dan Andi Novrita Langgara (2018-2019) dari Partai Golkar. Lima orang ini juga diduga ikut menikmati dana kesejahteraan namun tidak menempati rumah dinas sejak 2014 sampai 2019. (Jet)