MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Di tengah gonjang-ganjing ancaman kolom kosong di pemilihan gubernur Sulawesi Selatan, muncul figur baru yang langsung jadi perbincangan publik. Sejumlah pihak memunculkan nama Syafruddin Kambo untuk digiring masuk ke arena pertarungan.
Mantan Wakil Kepala Kepolisian Republik Indonesia itu tengah digadang-gadang sebagai sosok yang bisa jadi pembeda dalam kontestasi kali ini. Meski begitu, butuh kerja ekstra untuk mendongkrak elektabilitas dan mencari partai di sela-sela kasipnya waktu menuju pendaftaran di Komisi Pemilihan Umum.
Syafruddin bukanlah nama baru di kalangan masyarakat Sulawesi Selatan. Jenderal pensiunan Bhayangkara itu pernah menjabat sebagai Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) di pengujung jabatan Presiden Joko Widodo pada periode pertama.
Syafruddin menduduki jabatan menteri seusai lepas dari masa dinas di Polri dengan jabatan terakhir wakil kepala Polri. Kedekatannya dengan Jusuf Kalla (JK) yang menjabat sebagai Wakil Presiden Jokowi di periode pertama, memuluskan jalannya menuju kursi menteri. Putra asli, Kabupaten Majene, Sulawesi Barat itu pernah menjadi ajudan JK saat berpasangan dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Catatan singkat perjalanan Syafruddin di atas cukup menjadi alasan bila namanya tiba-tiba merangsek masuk dalam bursa bakal calon gubernur Sulawesi Selatan. Nama Syafruddin tidak ujuk-ujuk muncul. Namun, jalan menuju ke sana (Pilgub Sulsel) juga mulai dirintis dengan manuver politik yang dilakukan di Jakarta.
Sumber Harian Rakyat Sulsel menyebutkan Syafruddin ditemani sejumlah kolega dekatnya asal Sulsel yang bermukim Jakarta menemui Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto, Selasa (30/7/2024). Meski pertemuan dikemas dalam kapasitas Syafruddin sebagai Wakil Ketua Umum Dewan Masjid Indonesia, namun sumber Rakyat Sulsel menyebutkan, persamuhan itu sebagai langkah untuk merintis peluang Syafruddin mendekati Golkar untuk mendapatkan rekomendasi.
"Ada pembicaraan tersebut (Pilgub Sulsel). Tapi semua masih dinamis," ujar narasumber tersebut.
Hingga saat ini, Partai Golkar memang belum mengeluarkan rekomendasi untuk Pilgub Sulsel. Pekan lalu sempat dikabarkan bahwa Golkar akan merapatkan barisan bersama Partai NasDem, Partai Demokrat, dan Partai Gerindra mendukung pasangan Sudirman Sulaiman-Fatmawati Rusdi. Namun hingga kini, rekomendasi Beringin belum juga dikeluarkan.
Kemunculan Syafruddin membuat banyak pihak berspekulasi. Benarkah Syafruddin benar-benar maju sebagai penantang pasangan calon Andi Sudirman Sulaiman-Fatmawati Rusdi, atau hanya sekedar dipasang untuk menjegal beberapa nama kandidat lain agar tidak maju dalam Pilgub Sulsel?
Pengamat politik dari Universitas Hasanuddin Profesor Sukri Tamma mengatakan, waktu penetapan calon yang kian dekat membuat konstelasi perpolitikan di Sulawesi Selatan semakin dinamis. Terlebih saat ini ada banyak wacana yang muncul, mulai dari kolom kosong, kemudian Mohammad Ramdhan Pomanto (DP) dan Ilham Arief Sirajuddin (IAS) jadi penantang kuat Sudirman-Fatma, dan terakhir kemunculan nama Syafruddin.
"Saya kira kondisi politik menuju ke Pilgub Sulsel ini memang sangat dinamis. Saat ini terkesan ada tiga wacana, pertama wacana kotak kosong, kemudian wacana ada penantang tapi nama-nama yang sudah ada sebelumnya misalnya DP, IAS dan seterusnya, kemudian muncul wacana baru yaitu Jenderal Syafruddin," kata Sukri.
Menurut Sukri, munculnya nama Syafruddin dalam Pilgub Sulsel 2024 tentu membuat sejumlah pihak memiliki anggapan beragam. Termasuk penilaian adanya upaya untuk mendorong agar tidak terjadi kolom kosong dalam pemilihan November nanti, juga adanya penantang baru bagi Sudirman-Fatma.
"Ini artinya memang ada kemungkinan ini bisa dibaca ada upaya pihak-pihak tertentu untuk mendorong agar kemudian jangan kotak kosong. Artinya ada penantang untuk Sudirman-Fatma," imbuh dia.
"Tapi meskipun memang betul bahwa di sisi lain bisa jadi apakah kemunculan pak Jenderal Syafruddin ini betul-betul sebagai wacana upaya tanding terhadap dominannya wacana kotak kosong. Atau jangan-jangan misalnya ada pihak tertentu memunculkan wacana ini agar kemudian menghalangi kandidat yang lainnya untuk mendapatkan partai," sambung Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik itu.
Apalagi saat ini, sambung Sukri, hanya ada beberapa partai politik yang belum menyatakan sikap mendukung pasangan calon Sudirman-Fatma. Dengan kata lain, saat ini hanya satu kandidat yang memungkinkan untuk diusung menantang Sudirman-Fatma.
"Saat ini partai politik sangat sedikit yang tersisa. Kalau menghitung-hitung hanya tinggal satu pasangan saja dengan gabungan partai politik yang diasumsikan belum menentukan sikap. Dengan demikian ini tentu juga mendorong suhu menjadi sangat dinamis, karena saat ini kondisinya memang 50:50," ucap Sukri.
"Karena bisa jadi memang tiba-tiba muncul misalnya akan ada kandidat penantang, entah dari yang baru atau yang sudah terwacanakan sebelumnya atau kemudian menjadi tetap betul-betul terbukti menjadi kolom kosong. Nah, kondisinya sekarang semuanya masih memungkinkan masih bisa terjadi dan saya kira partai partai politik terutama yang belum dianggap menentukan sikap dan bisa memunculkan wacana baru sekarang menghitung berbagai variabel," sambung dia.
Sukri mengungkapkan, prinsip dasar partai politik adalah untuk menang. Jika melihat potensi atau penerimaan masyarakat bagus terhadap Syafruddin, maka bisa saja diusung oleh partai yang tersisa.
"Sangat memastikan dan menghitung betul semua kecenderungan-kecenderungan yang ada. Pada prinsipnya bagaimanapun partai politik akan menentukan sikap berdasarkan satu kepentingan menjadi bagian dari pemenang, kepentingan strategis partai, ketiga barang kali jika ada. Misalnya kesepakatan atau ketidaksepakatan dengan partai lain yang mendorong untuk bersikap," kata Sukri.
Direktur Nurani Strategic, Nurmal Idrus menyebutkan hal itu sebagai fenomena menarik menjelang Pilgub Sulsel. Menurut dia, Syafruddin punya popularitas yang tinggi sebagai ganjaran atas sederet jabatan yang pernah diembannya.
"Namun belum ada dasar yang jelas untuk bisa dijadikan ukuran dalam hal elektorat atau tingkat keterpilihan" ujar Nurmal.
Dia mengatakan, dalam kontestasi politik popularitas tidak selalu sejalan dengan keterpilihan. Menurut Nurmal, tantangan terbesar adalah membangun elektabilitas dalam waktu yang relatif singkat, mengingat pendaftaran di KPU tinggal berbilang pekan.
"Butuh kerja yang kontinyu sebenarnya. Sangat sulit kalau baru disebut sekarang," imbuh Nurmal.
Dia menambahkan, meski relatif terlambat namun tidak menutup kemungkinan Syafruddin memiliki strategi khusus yang dapat meningkatkan elektabilitas dalam waktu singkat.
Sementara itu, Ketua Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Amri Arsyid menyatakan bakal memperjuangkan tidak ada kolom kosong pada Pilgub Sulsel. Saat ini DPP PKS, belum mengeluarkan rekomendasi kepada salah satu bakal calon gubernur Sulsel, walau mencuat tiket itu akan diraih oleh Sudirman-Fatmawati.
"Patokan kami ada pada surat tugas. Selama tidak ada surat keputusan, saya sampaikan saat ini PKS belum memiliki usungan dan figur yang diusung," kata Amri.
Menurut Amri, pihaknya telah melaporkan kondisi Pilgub Sulsel kepada DPP. Dia mengatakan, Pilgub Sulsel cenderung krusial sehingga DPP diminta untuk melakukan pendekatan berbeda dalam sepekan ke depan.
"Utamanya mana figur yang paling layak untuk diusung," imbuh Amri.
Mengenai arah dukungan ke Sudirman-Fatmawati, kata Amri, PKS tetap mengedepankan pilkada yang demokratis. "Bagi saya kolom kosong ini tidak bisa katakan demokratis, kecuali tidak ada calon yang mendaftar. Tapi, ini, kan, banyak figur jadi kami akan membuka kesempatan supaya tidak hanya satu kandidat apalagi orientasi kolom kosong. Kami harap ada calon lain," imbuh dia.
"Tapi kalau pun kondisinya memaksa DPP memberikan rekomendasi Sudirman-Fatmawati kami akan taat terhadap ketetapan DPP," sambung dia.
Adapun, Partai Solidaritas Indonesia, menyerahkan rekomendasi kepada Sudirman-Fatmawati untuk Pilgub Sulsel. Surat rekomendasi itu diserahkan oleh Ketua Umum PSI, Kaesang Pangarep. Fatmawati yang hadir dalam penyerahan itu menyatakan terima kasih kepada Kaesang. Dia mengatakan, dukungan PSI menjadi satu kekuatan besar bagi calon kepala daerah untuk bertarung.
"Publik tahu bahwa PSI itu partainya milenial dan modern. Ini akan jadi modal untuk menang di Pilgub," ujar dia. (isak pasa'buan-suryadi-fahrullah/C)