OPINI: Integrasi Kekuatan Tradisional dan Modern

  • Bagikan
Oleh Ibnu Hadjar Yusuf (Akademisi UIN Alauddin Makassar)

MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) telah resmi memberikan rekomendasi kepada Danny Pomanto untuk maju dalam Pilgub Sulsel 2024. Rekomendasi ini diserahkan di Jakarta oleh Ketua Desk Pilkada DPP PKB, Abdul Halim Iskandar, didampingi Ketua DPW PKB Sulsel, Azhar Arsyad.

Rekomendasi ini tidak hanya menguatkan posisi Danny dan Azhar dalam pencalonan tetapi juga memastikan bahwa PKB, dengan 8 kursi di DPRD hasil Pileg 2024, cukup untuk memenuhi persyaratan kursi minimal bersama partai koalisi lainnya.

Dalam konteks sosiologi politik, pasangan Danny Pomanto dan Azhar Arsyad mencerminkan integrasi antara kekuatan politik tradisional dan modern. Danny, yang akan didampingi oleh Azhar sebagai wakilnya, membawa perspektif modern dari pengalamannya sebagai Wali Kota Makassar.

Makassar, sebagai pusat urban dan ekonomi di Sulawesi Selatan, mencerminkan elemen modernitas dan kemajuan yang dicari oleh pemilih perkotaan. Di sisi lain, Azhar membawa pengaruh kuat dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), yang berafiliasi erat dengan Nahdlatul Ulama (NU). NU di Sulawesi Selatan memiliki jaringan yang luas, mencakup lebih dari 288.552 pengurus di berbagai tingkatan, dan memobilisasi sekitar 3 juta jamaah Nahdliyin. Dukungan NU yang signifikan ini memainkan peran penting dalam membentuk basis dukungan tradisional yang kuat.

Dinamika Kekuasaan dalam Koalisi

Koalisi yang terdiri dari PDI-P, PPP, dan PKB menunjukkan dinamika kekuasaan yang kompleks. PDI-P menawarkan jaringan politik yang luas dan sumber daya yang penting untuk mendukung kampanye. PPP menambah daya tarik terhadap komunitas muslim moderat, memperluas jangkauan koalisi ke berbagai lapisan masyarakat. Koalisi ini memungkinkan pasangan Danny dan Azhar untuk mengkonsolidasikan kekuatan dari berbagai elemen masyarakat, menciptakan basis dukungan yang luas dan beragam.

Namun, menjaga kesatuan dalam koalisi yang luas ini adalah tantangan utama. Pengalaman di berbagai wilayah menunjukkan bahwa perbedaan kepentingan di antara partai koalisi dapat mengganggu stabilitas dan efektivitas politik. Misalnya, dalam Pilkada Jakarta 2017, koalisi pendukung Ahok-Djarot menghadapi tantangan signifikan ketika isu-isu politik identitas mengemuka, menguji kesolidan koalisi tersebut.

Sementara itu, pada Pemilu 2019, koalisi pendukung Jokowi-Ma'ruf Amin menghadapi dinamika internal terkait pembagian kekuasaan dan penetapan kebijakan, menunjukkan potensi perpecahan dalam koalisi yang luas. Dalam konteks ini, Danny dan Azhar harus memainkan peran sebagai pemimpin yang mampu mengintegrasikan visi dan misi yang berbeda menjadi sebuah narasi kampanye yang kohesif, apik dan menarik bagi semua pihak.

Analisis Menggunakan Teori Mobilisasi Sumber Daya

Teori Mobilisasi Sumber Daya, yang dikembangkan oleh McCarthy dan Zald, menjelaskan bagaimana organisasi politik dapat memanfaatkan sumber daya yang tersedia untuk mencapai tujuan mereka. Dalam kasus pasangan Danny Pomanto dan Azhar Arsyad, strategi mereka mencerminkan prinsip-prinsip teori ini. Mereka memanfaatkan jaringan luas dari PKB dan NU untuk memobilisasi dukungan di tingkat akar rumput.

PKB, dengan struktur organisasi yang mencapai hingga tingkat ranting dan cabang, mampu menyampaikan pesan dan program kampanye secara efektif kepada pemilih. Jaringan ini berfungsi sebagai saluran komunikasi yang memastikan bahwa suara rakyat terwakili dalam strategi politik mereka.

Selain itu, dukungan NU yang mencakup lebih dari 288.552 pengurus dan sekitar 3 juta jamaah memungkinkan pasangan ini untuk memobilisasi massa melalui kegiatan sosial dan keagamaan. Ini adalah contoh klasik dari mobilisasi sumber daya, di mana kapasitas untuk menggerakkan massa menjadi elemen penting dalam memperkuat dukungan di tingkat akar rumput. Kemampuan untuk memobilisasi massa ini merupakan salah satu aspek penting dalam strategi mobilisasi sumber daya yang diterapkan oleh pasangan ini.

Koalisi dengan partai-partai besar seperti PDI-P dan PPP menunjukkan bagaimana pasangan ini memanfaatkan sumber daya politik yang tersedia. Koalisi ini tidak hanya memberikan akses ke jaringan yang lebih besar tetapi juga memungkinkan mereka menjangkau berbagai segmen masyarakat dan menciptakan basis dukungan yang beragam. Pendekatan ini menunjukkan bahwa Danny dan Azhar memahami pentingnya pengorganisasian dan pemanfaatan jaringan sosial dan politik dalam mencapai keberhasilan elektoral.

Dengan strategi ini, mereka mampu menggerakkan dukungan dari berbagai lapisan masyarakat dan memastikan kampanye yang efektif dan efisien dalam memenangkan Pilgub Sulsel 2024. Meskipun mereka mungkin tidak menyadari penggunaan teori ini secara langsung, pendekatan mereka jelas mencerminkan prinsip-prinsip kunci dari Teori Mobilisasi Sumber Daya.

Resonansi Isu Lokal dan Aspirasi Masyarakat

Isu-isu lokal memainkan peran penting dalam kampanye politik yang sukses. Pasangan ini harus mampu mengidentifikasi dan merespons isu-isu yang relevan bagi masyarakat Sulawesi Selatan, seperti pembangunan infrastruktur, peningkatan kesejahteraan sosial, dan pengelolaan sumber daya alam. Pengalaman Danny Pomanto dalam menerapkan program pembangunan di Makassar dapat menjadi model bagi pendekatan serupa di seluruh provinsi, menekankan pada pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan.

Dalam konteks sosiologi politik, strategi ini tidak hanya penting untuk menarik dukungan elektoral tetapi juga untuk membangun kepercayaan dan legitimasi di mata publik. Pasangan Danny dan Azhar perlu memastikan bahwa kebijakan dan program yang mereka tawarkan benar-benar menjawab kebutuhan dan aspirasi masyarakat, sehingga menciptakan hubungan yang kuat antara pemerintah dan rakyat.

Pengaruh NU di Sulawesi Selatan

Nahdlatul Ulama (NU) memiliki peran signifikan dalam politik Sulawesi Selatan, dengan jaringan yang mencakup berbagai aspek kehidupan masyarakat. Pengaruh NU tidak hanya berasal dari struktur organisasinya yang kuat tetapi juga dari kemampuan untuk memobilisasi massa melalui pendidikan dan kegiatan sosial.

NU di Sulawesi Selatan terkenal dengan pendekatan moderatnya dalam politik, yang menekankan pada prinsip moderasi, toleransi, dan keseimbangan. Dukungan dari NU dapat memberikan keuntungan elektoral yang substansial bagi pasangan Danny dan Azhar, mengingat jumlah besar anggota dan simpatisan yang aktif terlibat dalam kegiatan sosial dan keagamaan.

Danny Pomanto dan Azhar Arsyad memiliki potensi untuk membawa perubahan signifikan di Sulawesi Selatan. Dengan menggabungkan kekuatan tradisional dan modern, serta memanfaatkan dukungan koalisi yang luas, mereka dapat menciptakan pemerintahan yang lebih inklusif dan responsif terhadap tantangan sosial-politik masa depan.

Keberhasilan mereka akan bergantung pada kemampuan untuk mengelola dinamika kekuasaan dalam koalisi dan memastikan bahwa strategi kampanye mereka benar-benar resonan dengan kebutuhan masyarakat Sulawesi Selatan. Pengaruh NU yang kuat di wilayah ini juga berperan penting dalam mendukung dan memobilisasi massa untuk mencapai hasil yang diinginkan dalam pemilihan.

Teori Mobilisasi Sumber Daya menunjukkan bahwa pengorganisasian yang efektif dan penggunaan jaringan sosial dapat menjadi kunci dalam memaksimalkan dukungan politik dan mencapai keberhasilan elektoral. (*)

  • Bagikan