KPPU Usut Dugaan Monopoli BUMN Sektor Energi di KIMA

  • Bagikan
Ketua KPPU RI, Fanshurullah Asa (tengah) dan Direktur Utama PT KIMA, Alif Abadi. (Kiri). (Hikmah/A)

MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Komisi Pengawas dan Persaingan Usaha (KPPU) mengusut adanya dugaan monopoli sektor energi di Kawasan Industri Makassar (KIMA).

Ketua KPPU RI, Fanshurullah Asa turun langsung menyambangi Kawasan Industri Makassar dan bertemu Direktur Utama PT KIMA, Alif Abadi.

"Tujuan kami datang kesini sesuai tugas dan fungsi KPPU terkait persaingan usaha yang sehat sesuai UU. Apa yang dimaksudkan persaingan usaha sehat adalah tidak adanya praktek monopoli," ujar Fanshurullah Asa, Sabtu (3/8) kemarin.

Menurutnya, selama ini KPPU sudah melakukan kajian dengan lembaga kampus di Jawa.

"Di sektor migas 5 tahun terakhir konsisten paling rendah termasuk listrik. Kami melihat bahwa KIMA ini satu-satunya yang dimiliki pemerintah dengan investasi dari BUMN yang sangat baik untuk support Sulsel bahkan Indonesia Timur. Salah satu yang mendorong efisiensi adalah sektor energi," jelasnya.

Terkait dugaan monopoli sektor energi, Fanshurullah menggarisbawahi PLN sebagai pemasok utama listrik di KIMA serta PT GN dan PGN yang juga menjadi dua pemasok energi di KIMA.

"Kami ketemu dan melihat di KIMA dominan suplai listrik dari BUMN. Ada tiga macam gas yakni gas bumi menggunakan pipa dan transmisi, ada SNG dan LNG. Nah
kami dapat info bahwa sebelumnya ada energi yang langsung menggunakan gas," ungkapnya.

"Dulu juga pernah masuk LNG yakni liquid natural gas atau gas bumi yang di dinginkan kemudian diangkut. Salah satu tenant disini ada PT Wastec menggunakan LNG ini dan stop di 2023, beralih ke LPG. Hitungannya ada 240 ton perbulan. Dimana LPG ini di impor 75 persen," sambungnya.

Menurut Fanshurullah seluruh perusahaan baik BUMN, BUMD maupun swasta memiliki kesempatan yang sama dalam menjalankan bisnisnya. Apalagi pelaku bisnis LPN yang dipasok dari dalam negeri seperti dari Bontang, Tangguk dan Jawa.

"Kita akan kaji mengapa LPN ini digantikan dengan LPG padahal gas lebih murah. Sebagai data awal kami melihat ada indikasi ijin usaha atau niaga yang hanya diberikan kepada PT GN dan PGN milik Pertamina. Dan hanya dua perusahaan ini saja yang memiliki izin," ungkapnya.

"Intinya kami ingin melihat BUMN, BUMD dan swasta punya hak yang sama dalam menjalankan usaha agar semua industri di untungkan," tandasnya.

Sementara, Direktur Utama PT KIMA, Alif Abadi mengaku tidak tau menahu soal dugaan tersebut. Sebab, hanya sebagai pengelola tempat.

"Saat ini kami sedang koordinasi dengan pihak luar untuk menilai potensi yang ada di KIMA yang juga masih perlu di kaji. Kami juga sangat mendukung jika tersedia pilihan atau alternatif energi lain. Namun kembali lagi kami hanya pengelolah kawasan yang hanya memfasilitasi," terangnya. (Hikmah/B)

  • Bagikan