Budaya politik sesuai kearifan lokal Sulawesi Selatan hendaknya dapat ditumbuhkembangkan dalam Pilkada Serentak, terutama untuk meminimalisir praktik transaksional yang dapat dimainkan oleh klan politik.
"Pokok pikiran ini disusun berdasarkan hasil FGD yang dilaksanakan oleh JAPPI dan Balai Senator Ajiep Padindang di Kabupaten Wajo, Soppeng, Bone, Sinjai, dan Makassar," bebernya.
Pada kesempatan ini, dalam keterangannya, Ajiep menyebutkan bahwa Pilkada secara langsung menimbulkan dampak filosofis dan sosiologis masyarakat, terutama munculnya politik transaksional.
Selain itu, biaya penyelenggaraan Pilkada secara langsung sangat besar menyerap dana APBD, sebab tidak ada sharing pembiayaan dari APBN, padahal kepala daerah adalah juga wakil pemerintah pusat di daerah.
Tim JAPPI dalam kajiannya menyimpulkan bahwa sudah perlu diubah Undang-Undang Pilkada dan dibuat suatu sistem yang lebih sesuai dengan tuntutan zaman era demokratisasi. Misalnya, Pilkada langsung hanya dilaksanakan pada daerah yang penduduknya sudah lebih cerdas dan dewasa berdemokrasi.
"Sedangkan pada daerah yang penduduknya masih berpendapatan rendah dan tingkat pendidikan masyarakat juga masih rendah, dilaksanakan pemilihan melalui DPRD," jelasnya.
Disebutkan, UUD NRI 1945, Pasal 188, memberikan peluang bagi daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa untuk menyelenggarakan Pilkada sesuai kearifan lokal daerah tersebut yang diatur dalam Undang-Undang Pilkada.
Pelaksanaan Pilkada yang terakhir diatur melalui Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2020, setidaknya menurut kajian Tim JAPPI, harus diubah terkait Pasal 40 dan Pasal 54, antara lain.