Oleh: Ema Husain
MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Pendaftaran bakal calon kepala daerah dan wakil kepala daerah dimulai pada 27-29 Agustus 2024. Artinya tersisa dua puluh hari lagi. Bakal pasangan calon saat ini telah mengupayakan persyaratan mencukupi kursi untuk diusung sebagai syarat mendaftar.
Bagi bakal pasangan calon yang telah memiliki surat tugas dari partai sudah harus memfinalkan koalisi partai apabila partai pemberi surat tugas tidak mampu mengusung sendiri. Selain itu calon kepala daerah sudah harus menentukan calon wakil kepala daerah. Demikian juga bagi calon yang telah memiliki surat rekomendasi sebagai kepala daerah juga harus melengkapi persyaratan sebelum mendaftar di KPU sama dengan bakal calon yang telah memiliki surat tugas.
Pengalaman pilkada sebelumnya, rekomendasi yang telah diterbitkan partai politik masih bisa dimentahkan atau dianulir oleh kepengurusan parpol yang menerbitkan. Apalagi bila masih berupa surat tugas. Dinamika politik sangat dinamis menjelang pendaftaran di KPU. Semua yang telah diberitakan oleh media maupun obrolan warung kopi dapat berubah seketika di saat pendaftaran.
Dengan UU Pilkada terbaru, menghilangkan praktik yang selama ini marak terjadi di setiap pelaksanaan pilkada yaitu usungan ganda. Di mana ada dua usungan yang diterbitkan oleh parpol pada dua kandidat, akibat kewenangan pencalonan ada pada tingkat kepengurusan.
Jadi untuk wali kota/bupati adalah kewenangan ketua dan sekretaris DPC atau sebutan lain bagi parpol, adapun untuk gubernur adalah kewenangan ketua dan sekertaris DPW atau sebutan lainnya.
Dengan kewenangan tersebut terkadang disalahgunakan oleh pengurus pada tingkat kota/kabupaten dan provinsi. Sekalipun klausul dalam peraturan KPU mensyaratkan bahwa pasangan calon yang pertama kali mendaftar di KPU, maka pasangan tersebut yang berhak untuk ditetapkan sebagai pasangan calon.
Namun pengurus parpol ada yang terlanjur menjanjikan kandidat untuk diusung, apalagi jika sudah menerima imbalan materi, maka yang terjadi adalah ketua yang sah menggandeng sekretaris yang baru diangkat menggantikan sekretaris yang sah mengusung calon tertentu. Begitupun sebaliknya sekretaris yang sah bersama-sama ketua yang baru juga mengusung kandidat tertentu. Ibaratnya terjadi persilangan pengurus lama dengan pengurus baru.
Dengan adanya peristiwa di atas, maka KPU selaku penyelenggara yang dibuat pusing. Sebab KPU harus hati-hati menentukan siapa kepengurusan yang kompeten dan legal dalam mengusung kandidat. Sebab putusan KPU sangat rawan digugat pada PTTUN selaku sengketa terkait proses pendaftaran pasangan calon. Bahkan di MK jika kelak KPU sudah melakukan rekapitulasi hasil suara, masih saja dipersoalkan dalam sengketa hasil.
Belajar dari pengalaman tersebut, saat ini setelah pilkada serentak dilakukan, tidak lagi dijumpai praktik usungan ganda dari parpol. Yang ada adalah pembajakan atau pengambil alihan kepengurusan oleh DPP dalam rangka menertibkan usungan pada pilkada.
Bagi pasangan calon yang sudah mengantongi Surat tugas dan rekomendasi dari parpol, belumlah menjamin untuk bisa ikut kontestasi pilkada serentak.
Kemungkinan terjadi bajak membajak masih terbuka. Untuk memastikan siapa calon yang ikut pilkada barulah dipastikan pada saat pendaftaran di KPU pada akhir Agustus. Itupun proses penelitian dan pemeriksaan berkas pasangan calon masih dilakukan.
Siapapun pasangan calon yang kelak ditetapkan oleh KPU, maka masyarakat jugalah yang akan memilih siapa yang kompeten dan pantas untuk memimpin roda pemerintahan. (*)