Tim Kuasa Hukum Hamsyah Ahmad Temukan Kejanggalan Penetapan Tersangka Kejari Bantaeng 

  • Bagikan
Suasana sidang praperadilan tersangka dugaan tindak pidana korupsi sekretariat DPRD Bantaeng 2019-2024, Hamsyah Ahmad di ruang sidang Andi Mannappiang, Pengadilan Negeri Bantaeng, Kecamatan Bantaeng.

BANTAENG, RAKYATSULSEL - Sidang praperadilan tersangka dugaan tindak pidana korupsi sekretariat DPRD Bantaeng 2019-2024, Hamsyah Ahmad memasuki hari keempat yang digelar di ruang sidang Andi Mannappiang, Pengadilan Negeri Bantaeng, Kecamatan Bantaeng, Jum'at (9/8).

Kejaksaan Negeri (Kejari) Bantaeng selaku termohon kali ini menghadirkan tiga orang saksi. A Reza Pahlevi selaku penyidik Kejari Bantaeng, Arman Mustari selaku Staf Tindak Pidana Khusus, dan Windy Anita Sukarno selaku Kabag Umum Sekretariat DPRD Bantaeng. Ketiga saksi tersebut dihadapan hakim dicecar berbagai pertanyaan.

Tim Kuasa Hukum Hamsyah Ahmad selaku pemohon terlihat mencari kejanggalan dalam keterangan saksi. Perdebatan demi perdebatan terjadi. Kasi Pidsus, Andri Zulfikar beberapa kali terlihat menyampaikan keberatan kepada hakim.

Salah satu tim hukum Hamsyah Ahmad, Firmansyah mengatakan, pertanyaan yang dilontarkan kepada saksi termohon mempertanyakan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan atau SPDP yang tidak disampaikan kepada pelapor.

"Di dalam Pasal 109 ayat 1 KUHAP juncto Putusan Mahkamah Konstitusi menyebutkan bahwa SPDP itu tidak hanya diberikan kepada  terlapor tapi juga harus disampaikan ke pelapor. Dalam fakta persidangan tadi berdasarkan bukti dan daftar bukti yang diberikan oleh jaksa, tidak ada SPDP yang disampaikan ke pelapor. Itu menjadi salah satu unsur, sepertinya jaksa tidak memperhatikan dan itu menjadi bahan saya untuk meng counter," kata dia.

Selanjutnya, dia juga menemukan kejanggalan adanya SPDP Umum yang disebutkan oleh jaksa. Sementara, Firmansyah menjelaskan dalam KUHAP tidak menyebut adanya SPDP Umum.

"Menurut jaksa, dia menyebutkan ada SPDP Umum. Jadi saya bertanya kembali, dalam pasal berapa di KUHAP diatur ada SPDP umum. Karena di dalam KUHAP itu tidak disebut ada SPDP umum," kata dia.

Dia juga menyinggung soal perhitungan kerugian keuangan negara yang dihitung oleh Inspektorat Bantaeng yang terdapat kejanggalan. Perhitungan selesai pada 18 Juli tapi menurut jaksa mengajukan permohonan pada 1 Juli.

"Artinya dari tanggal 1 sampai 18 Juli itu masih berproses. Belum selesai hitungan dari Inspektorat. Selesainya hitungan pada 18 Juli. Sementara penetapan tersangka pada 16 Juli, artinya lebih duluan penetapan tersangka baru selesai perhitungan kerugian keuangan negara dari Inspektorat. Perlu juga diingat perhitungan kerugian keuangan negara bukan inspektorat yang berwenang tapi Badan Pemeriksa Keuangan dan itu ada dasar aturannya," kata dia.

Kasi Pidsus Kejari Bantaeng, Andri Zulfikar menyebut kehadiran pihaknya dalam sidang tersebut sebagai egenda pembuktian termohon dan kemudian termohon menghadirkan tiga orang saksi dan alat bukti surat sebanyak 66 item.

"Dan untuk kemudian sidang ditunda sampai hari senin terkait dengan kesimpulan baik dari pemohon ataupun termohon. Jadi hanya itu yang bisa disampaikan sementara," kata dia. (Jet)

  • Bagikan