Ia menambahkan bahwa masyarakat Sulsel mengharapkan adanya persaingan politik yang sehat pada Pilgub 2024, dengan lebih dari dua kandidat yang bertarung. Hal ini akan menciptakan dinamika politik yang lebih menarik dan bermanfaat bagi masyarakat.
Ibnu Hadjar juga menyoroti fenomena pembajakan partai oleh kepentingan tertentu, yang menurutnya, merusak integritas partai politik. Ia menilai bahwa partai besar seperti Golkar, yang memiliki banyak kader potensial, seharusnya mendorong kandidat dari dalam partai sendiri, namun justru terjebak dalam permainan oligarki.
"Ketika kolom kosong dipaksakan, kemungkinan besar akan muncul perlawanan sosial dari kelompok masyarakat yang merasa terpinggirkan akibat ulah elit politik yang ingin mengendalikan demokrasi," lanjutnya.
Fenomena pembegalan partai hingga transaksi politik uang di Sulsel, menurut Ibnu Hadjar, merupakan ancaman serius terhadap demokrasi.
Ia menyebutkan bahwa Sulawesi Selatan, sebagai sebuah provinsi dengan dinamika politik yang sering menjadi sorotan nasional, kini berada di persimpangan jalan dalam proses demokrasi. Ancaman dari kekuasaan yang terpusat pada segelintir elit semakin nyata, mengancam kesehatan demokrasi yang seharusnya mengedepankan kompetisi dan partisipasi publik.
Data dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) menunjukkan bahwa pada Pilkada 2018, meskipun partisipasi pemilih secara nasional meningkat lebih dari 70%, beberapa daerah, termasuk Sulawesi Selatan, terpengaruh oleh minimnya pilihan kandidat.