MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Penyidik Cabang Kejaksaan Negeri (Cabjari) Makassar menjadwalkan kembali memeriksa tiga camat dan pengurus Forum Kemanusiaan Kota Makassar (FKKM). Itu, mengenai dugaan korupsi dana stunting, yakni anggaran penanganannya disinyalir salah sasaran di tiga kecamatan.
Diketahui, sejauh ini penyidik Cabjari Makassar telah memeriksa dengan memanggil kurang lebih 30 saksi.
Kacabjari Makassar di Pelabuhan, Ady Hariadi Annas mengatakan, secara resmi atau pengambilan keterangan berdasarkan BAP terhadap para lurah dan camat belum dilakukan pihaknya. Namun dalam proses menggali informasi dan mencari alat bukti, lurah dan camat sudah terlibat.
"(Lurah dan camat) Pasti diperiksa. Tapi (selama ini) kita sudah melibatkan mereka dalam pemeriksaan," kata Ady Hariadi saat diwawancara Harian Rakyat Sulsel, Selasa (13/8).
Adapun kasus penanganan stunting yang tidak tepat sasaran ini disinyalir terjadi di tiga kecamatan yakni Kecamatan Ujung Tanah, Kecamatan Sangkarrang dan Kecamatan Wajo. Pada tiga kecamatan ini terdapat 20 kelurahan di dalamnya.
Ady Hariadi menjelaskan, sebenarnya sudah ada 30 lebih saksi yang telah diperiksa pihaknya. Namun berdasarkan BAP yang tercatat baru 30 orang, dan semuanya merupakan anggota Forum Kemanusiaan Kota Makassar (FKKM).
Pemeriksaan terhadap anggota FKKM dilakukan sebab diduga melanggar aturan undang-undang. Sebab dalam aturan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis kegiatan, mereka seharusnya tidak terlibat, namun seolah-olah mereka yang mengendalikan anggaran dan pelaksanaan penanganan stunting di tiga kecamatan itu.
"Sebenarnya di dalam juknis satu ataupun juklak atau undangan-undangan itu tidak diatur (keterlibatan FKKM). Tapi seolah-olah dia yang menjadi pengatur, dia yang memfasilitasi semuanya," terangnya.
Adapun anggaran penanganan stunting atau penanganan permasalahan gizi anak di tiap kelurahan sebesar Rp 50 juta pertahun. Yang artinya, anggaran stunting di tiga kecamatan tersebut mencapai Rp 1 milliar. Anggaran ini, kata Ady Hariadi, bersumber dari Pemerintah Kota Makassar.
"Ini anggaran di tingkat kota, tetapi di DPA-nya itu berada di kelurahan. Masing-masing kelurahan itu Rp 50 juta, jadi kalau misalnya ada 20 kelurahan hitung saja berapa semuanya, Rp 1 miliar," sebutnya.
Sejauh ini, Ady Hariadi mengatakan pihaknya belum menemukan berapa jumlah kerugian negara. Namun temuan awal pihaknya dalam pengelolaan anggaran stunting ini diduga terjadi penyimpangan karena tidak dikelola berdasarkan ketentuan undang-undang yang berlaku.
Setelah kasus ini naik ke tahap penyidikan, penyelidik Cabjari Makassar disebut akan melakukan audit apakah terdapat kerugian negara yang bisa mengarahkan pada tindak pidana korupsi atau hanya kesalahan administrasi.
"Kami melihat ada indikasi penyimpangan karena ini tidak dikelola sebagaimana ketentuan undang-undang, dan kami menilai ini potensi menimbulkan kerugian negara. Itu kalau kita akumulasi satu kota (Makassar) bisa dibayangkan berapa anggarannya, tapi itu pagunya, buka kerugian negara," ungkapnya.
"Nanti kerugiannya kita dalami di tahan penyidikan, kalau misalnya kita menemukan dua alat bukti cukup dan kita menemukan indikasi itu disengaja, yah kita akan tingkatkan ke tahap penyidikan," sambungnya.
Saat ditanyakan mengenai posisi camat dan lurah dalam kasus ini, Ady Hariadi menyebut jika anggaran stunting tersebut melalui mereka. Baik dalam proses pencarian maupun proses administrasi camat dan lurah disebut ikut terlibat.
"Yang jelas dalam proses pencairan, dalam proses administrasinya, camat dan lurah bertandatangan. Tapi secara formil dia bisa ikut bertanggungjawab," tutur Ady Hariadi.
Sampai saat ini, Ady Hariadi mengatakan pihaknya terus melakukan pendalaman akan kasus ini. Dia juga tak menampik akan adanya tersangka jika alat bukti sudah mencukupi.
"Tapi nanti kita liat, apakah ini kesalahan administrasi atau kesalahan pidana. Tetapi kalau ini kesalahan pidana, tentunya nanti akan ada tersangkanya," pungkasnya.
Sebelumnya diberitakan Rakyat Sulsel, dari 20 kelurahan yang dimaksudkan terbagi dari tiga kecamatan yakni sembilan kelurahan di Kecamatan Ujung Tanah, sembilan di Kecamatan Wajo dan tiga kelurahan di Kecamatan Sangkarrang.
Ady Hariadi mengaku, untuk mengusut kasus ini pihaknya sudah melakukan pemeriksaan kurang lebih 30 orang.
"Puluhan saksi itu, diantaranya ada kelompok masyarakat yang mengatasnamakan FKKM sebagai fasilitator dalam pelaksanaan kegiatan, kemudian ada juga dari masyarakat sendiri," tutur mantan Kasi Pidsus Kejari Maros itu.
Dia menuturkan, indikasinya penyalahgunaan dana tersebut memang kuat, karena ada beberapa fakta temuan tim yang tidak sesuai.
"Dimana kegiatan itu ditujukan kepada ibu hamil, calon pengantin dan bayi. Tapi faktanya, sasarannya malah dilaksanakan diatas umur 50-an. Usia non produktif," tandas dia.
Ady Hariadi mengaku bakal serius menangani kasus ini, olehnya itu pihaknya akan langsung turun ke masyarakat mencari fakta yang sebenarnya.
"Kalau memang kita anggap nanti ada yang tidak benar, tidak sesuai dengan ketentuan, tentunya akan ditindaklanjuti. Kami serius akan hal itu," kata dia.
Lebih lanjut dikatakan, pihaknya juga telah mendapatkan sejumlah dokumen yang berkaitan dengan kasus ini. Namun pihaknya belum melakukan penyitaan, karena statusnya masih penyelidikan.
“Terkait seluruh pihak-pihak yang terlibat, kita masih kejar alat buktinya. Tentunya kami profesional dan serius," tukasnya. (Isak/B)