Kejari Bantaeng Menangkan Praperadilan : Penyidikan Sudah Sesuai Hukum Acara 

  • Bagikan
Kepala Kejaksaan Negeri Bantaeng, Satria Abdi.

BANTAENG, RAKYATSULSEL - Sidang hari kelima praperadilan tersangka dugaan tindak pidana korupsi sekretariat DPRD Bantaeng 2019-2024, Hamsyah Ahmad di ruang sidang Andi Mannappiang, Pengadilan Negeri Bantaeng, Kecamatan Bantaeng, Selasa (13/8).

Egenda sidang kali ini terkait putusan praperadilan. Pengadilan menolak permohonan Kuasa Hukum Hamsyah Ahmad selaku pemohon praperadilan. Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Bantaeng, Satria Abdi mengatakan dengan ditolaknya permohonan pemohon membuktikan Kejari Bantaeng dalam melakukan penyidikan telah berjalan sudah sesuai dengan hukum acara.

"Di mana dalam melakukan penetapan tersangka itu sudah sesuai ketentuan minimal dua alat bukti. Bahkan alat bukti yang kami dapatkan lebih dari dua, dan kemudian sebagai mana keterangan saksi ahli yang disampaikan oleh pihak pemohon dalam hal ini Professor Aswanto yang mengatakan bahwa apabila yang bersangkutan itu mengembalikan uang maka tanpa disadari dia sudah mengakui perbuatannya dan pengembalian itu tidak menghapuskan pidana," kata Satria Abdi saat ditemui di Kantor Kejaksaan Negeri Bantaeng, Selasa (13/8).

Keterangan Prof Aswanto kata Satria Abdi sejalan dengan pasal 4 UU Tipikor yang menyebutkan pengembalian kerugian keuangan negara tidak menghapuskan pidana. Ada pengembalian di tahap penyidikan yang memperjelas penyidikan, penetapan tersangka, kemudian penahanan semua telah sesuai proses hukum.

"Dan oleh hakim tadi mengatakan sudah sah menurut hukum," kata dia.

Satria Abdi menjelaskan, Peraturan Pemerintah (PP) nomor 18 tahun 2017 tentang hak keuangan keuangan pimpinan dan anggota DPRD yang diatur dalam pasal 18 ayat 5 merupakan awal dari pengungkapan kasus tersebut. PP itu menyatakan bahwa apabila pimpinan DPRD tidak menempati rumah jabatan atau rumah negara maka tidak berhak mendapatkan belanja rumah tangga.

"Ketentuan itu ternyata yang mereka langgar. Mereka tidak menempati tapi tiap bulan mendapatkan belanja rumah tangga. Ini yang memang menurut ketentuan PP itu tidak diperbolehkan," jelas dia.

Soal kerugian keuangan negara yang dirilis Kejari Bantaeng sebesar Rp 4.950.000.000, Satria Abdi mengatakan perkara tersebut konstruksinya sangat mudah. Tidak menempati rumah negara tidak boleh mendapatkan belanja rumah tangga. Menempati rumah negara atau rumah jabatan maka berhak mendapatkan belanja rumah tangga.

"Hitungan kita itu berdasarkan SP2D yang dikeluarkan. Gampang sekali. Ditotalin aja sejak mereka dilantik dan diambil sumpah masa jabatannya 2019 bulan September sampai terakhir di bulan Mei 2024. Jadi totalnya itu Rp 4.950.000.000," kata dia. 

Dari total kerugian keuangan negara tersebut, Satria Abdi menjelaskan telah dikembalikan oleh tiga pimpinan DPRD sebanyak Rp 500.000.000 dan telah ada persetujuan sita dari pengadilan. 

"Mereka juga sudah ada pengembalian, tapi tidak kepada penyidik. Tapi langsung ke kas daerah melalui sekretariat untuk disetorkan ke kas daerah kurang lebih sekitar Rp 800.000.000. Kalau kita hitung mereka telah mengembalikan sekitar Rp 1,3 miliar. Jadi masih ada sekitar Rp 3,6 miliar lagi yang belum dikembalikan. Kami berharap, uang ini dapat dikembalikan kepada daerah. Karena uang ini berasal dari pajak daerah dan PAD. Harusnya daerah berhak mendapatkan itu karena mereka tidak menempati rumah jabatan itu, rumah negara itu yang sudah disediakan," kata dia.

Satria Abdi mengungkapkan, sering terjadi perdebatan soal layak atau tidak layaknya rumah dinas. Dia mengungkapkan layak atau tidaknya merupakan masalah hati. Padahal yang memegang anggaran untuk merenovasi juga kewenangannya dimiliki oleh pimpinan DPRD.

"Layak atau tidak layak masalah hati. Tapi tetangga kiri kanan bahkan disitu eselon IIB nya kabupaten mereka juga menempati rumah-rumah dinas itu. Hanya pimpinan yang tidak menempati denga alasan tidak layak dan sebagainya. Soal layak tidak layak kan masalah hati ya," katanya.

Rumah dinas tidak ditempati kata Satria Abdi sudah satu periode. Sejak dilantik diangkat sumpah September 2019 sampai ditetapkan tersangka rumah dinas pimpinan DPRD tidak ditempati.

Atas perbuatan para tersangka melanggar primair pasal 2 ayat 1 juncto pasal 18 ayat 1 huruf b Undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan Undang-undang nomor 31 tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Subsidair Pasal 3 juncto pasal 18 ayat 1 huruf b Undang-undang nomor 31 tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan Undang-undang nomor 31 tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. 

"Dengan ancaman hukum pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 20 tahun dan bisa juga bisa seumur hidup, pidana denda paling sedikit Rp 50 juta dan paling banyak Rp 1 Miliar," kata dia. (Jet)

  • Bagikan

Exit mobile version