Apalagi berdasarkan SPM, kata Andi Pangerang, disyaratkan Dinkes Makassar untuk dapat melayani ODGJ hingga ke faskes satu yakni Puskesmas.
"Sehingga puskesmas itu harus dikonfirmasi dulu melalui Dinkes, mampu tidak melakukan perawatan untuk penyakit jiwa. Karena penyakit jiwa ini ada yang berat dan sedang, itu yang kami bicarakan tadi," ujarnya.
Maka dari itu, Andi Pangerang menegaskan akan mengatur ulang kerja sama dengan RSUD Dadi terkait penanganan ODGJ ke depannya.
"Jadi untuk 2024 ini saya harus review itu. Jadi Dinkes itu bekerja sama dengan RS Dadi, dan kami di Dinsos hanya mengambil di jalan (ODGJ) karena keterlantaran, begitu ada unsur keterlantaran kami langsung maju (tangani)," katanya.
Sebab, penanganan ODGJ tidak hanya sebatas pengobatan medis tetapi juga meliputi penangan pasca dirawat.
"Kalau dia (ODGJ) sudah berobat dan pulih dia mau kemana. Kembali lagi ke dinsos. Karena kami hanya memungut di jalan, membersihkan, memandikan, diberikan makan, diberikan obat yang sesuai dengan apa yang dirujuk oleh dokter. Tapi penempatannya di kami," beber Andi Pangerang.
"Makanya kami sudah menyampaikan ke BPKAD bahwa tolonglah kami ini dibantu dalam rangka bukan hanya pengobatannya di Dinkes," sambung Andi Pangerang.
Sementara itu, terkait anggaran Dinsos Kota Makassar untuk penanganan ODGJ, Andi menyebutkan saat ini anggaran yang tersedia sekitar Rp350 juta rupiah dari APBD-Pokok 2024. Di mana, anggaran tersebut sudah termasuk biaya pemeliharaan.
Ia pun menyebut anggaran tersebut tidak cukup untuk menutupi biaya perawatan ODGJ di RSUD Dadi Makassar. Pasalnya, biaya perawatan yang harus dibayarkan oleh Dinsos persatu pasien ODGJ yang dirawat tidak kurang dari Rp10 juta rupiah.
" Itu sangat sedikit, karena termasuk dengan biaya pemeliharaannya dan itu Dinsos harus bayar ke RS Dadi karena sudah ada perjanjian kerja samanya," ungkap Andi Pangerang.
Bahkan, dari anggaran yang ada saat ini, pihak Dinsos Kota Makassar berhutang ke RSUD Dadi.