JAKARTA, RAKYATSULSEL - Otoritas Jasa Keuangan terus memperkuat penerapan prinsip tata kelola Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) melalui penerbitan Peraturan OJK Nomor 13 tahun 2024.
Peraturan ini tentang Transparansi dan Publikasi Suku Bunga Dasar Kredit bagi Bank Umum Konvensional (POJK SBDK BUK).
"Penerbitan POJK ini merupakan salah satu amanat Pasal 8A Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana diubah terakhir dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan yaitu kewajiban bank umum melakukan transparansi suku bunga untuk mendorong efisiensi penetapan suku bunga Perbankan guna mendukung pembiayaan perekonomian," ujar Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan dan Komunikasi, Aman Santosa melalui keterangan resminya.
POJK SBDK ini mengatur berbagai hal seperti SBDK sebagai indikasi suku bunga efektif terendah yang mencerminkan Harga Pokok Dana untuk Kredit (HPDK), overhead cost, dan margin, untuk selanjutnya digunakan sebagai acuan dalam penetapan suku bunga kredit.
Selanjutnya diatur pula format publikasi SBDK lebih informatif, yaitu dengan mengumumkan masing-masing komponen pembentuk SBDK serta menambahkan jenis SBDK pada sektor UMKM yang lebih detail (i.e. adanya publikasi kredit menengah dan kredit kecil).
Dalam penyusunan SBDK, BUK dihadirkan agar mempertimbangkan suku bunga acuan dari otoritas yang berwenang dan perkembangan kondisi ekonomi. dan BUK agar memperhatikan aspek pelindungan kepada konsumen dalam bentuk pemberitahuan perubahan suku bunga dan konversi flat ke efektif dalam offering letter.
Selanjutnya penyampaian laporan SBDK kepada OJK yang lebih detil dan tervalidasi dengan laporan terintegrasi OJK-BI-LPS, yang terdiri atas Harga Pokok Dana untuk Kredit (HPDK) yang antara lain terdiri dari biaya dana pihak ketiga (i.e. giro, tabungan, dan deposito) dan biaya non-dana pihak ketiga.Biaya overheadyang mencakup antara lain biaya sumber daya manusia di BUK, biaya promosi terkait kredit, dan penyusutan aset.
Ada pula terkait margin yang ditetapkan oleh BUK dalam kegiatan penyaluran kredit dengan mempertimbangkan target Return on Asset (ROA) yang ingin dicapai sesuai rencana bisnis bank setelah memperhitungkan pajak yang harus dibayar dengan mempertimbangkan going concern kinerja BUK. Serta Pengumuman kepada masyarakat setiap adanya perubahan penetapan SBDK.
Selanjutnya Penyampaian laporan detail SBDK kepada OJK paling lambat tanggal 15 atas posisi akhir bulan sebelumnya. Dilanjutkan dengan sanksi kesalahan pengumuman SBDK bergradasi, termasuk denda paling banyak Rp15 Miliar.
Kewenangan tertentu bagi OJK termasuk penyesuaian SBDK dan SBK berdasarkan pertimbangan tertentu. Pengumuman Laporan Publikasi SBDK dan penyampaian Laporan Rincian SBDK mulai berlaku sejak posisi data Oktober 2024. Dan terakhir POJK mulai berlaku sejak di undangkan.
"Penerbitan POJK SBDK diharapkan dapat meningkatkan tata kelola perhitungan, pengumuman, dan penyampaian SBDK dalam rangka meningkatkan keterbandingan, edukasi dan perlindungan konsumen, serta transmisi kebijakan moneter," tutupnya. (Hikmah/B)