MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Pertarungan sengit akan tersaji di delapan kabupaten dalam Pemilihan Kepala Daerah Serentak 2024. Panggung kontestasi hanya diikuti oleh dua pasangan calon. Pemilihan Gubernur Sulsel juga demikian.
Tensi tinggi diperkirakan akan terjadi karena masing-masing pasangan akan berhadap-hadapan dalam meraih simpati pemilih. Waspadai konflik horizontal yang diduga kuat akan makin meruncing.
Dari data yang dihimpun awak media, ada total 70 pasangan calon kepala daerah calon Bupati/wakil bupati, Wali kota dan wakil wali kota. Termasuk dua paslon calon Gubernur dan wakil Gubernur yang mendaftar. Mereka akan bertarung di Pilkada serentak 2024 di 24 daerah plus Provinsi pada tanggal 27 November nanti.
Dari 70 pasangan calon di 24 daerah dan Pilgub, delapan daerah saling berhadapan. Sedangkan daerah lainya akan tarung bebas. Pasalnya terdapat tiga-empat paslon. Termasuk Kota Makassar dengan empat pasangan calon.
Direktur Politik Profetik Institute, Muh Asratillah mengatakan bahwa Pilkada 2024 di Sulsel akan menjadi panggung bagi kontestan, khususnya bagi daerah yang hanya punya dua pasangan calon. Menurut Asratillah, pertarungan sengit akan muncul. Adapun daerah yang lebih dari dua paslon akan menyajikan pertarungan bebas karena calon saling mengutamakan berebut basis.
"Secara politik skema head to head pada pilkada akan punya konsekuensi, berbeda dengan paslon lebih dari dua, karena tarung bebas," ujar Asratillah, Minggu (1/9/2024).
Menurut dia, skema Head to head akan memperbesar ancaman terhadap petahana, apalagi jika petahana memiliki elektabilitas yang lebih rendah dari 40 persen.
"Dan di satu sisi skema head to head akan memberikan kesempatan luas kepada penantang untuk menghimpun semua gerbong politik yang resisten terhadap petahana," ujar dia.
Asratillah mengatakan, head to head akan mempertajam kompetisi politik. Kedua kubu akan memaksimalisasi strategi komunikasi politik untuk mempromosikan dirinya, sekaligus menyerang kompetitornya.
"Kompetisi yang ketat bukan hanya terjadi secara kasat mata di lapangan, tapi akan nampak jelas pada dunia maya dalam hal ini media sosial," imbuh Asratillah.
Di menilai, skema head to head karena mempertajam kompetisi, akan berimbas pada kerawanan pelaksanaan pilkada. Konflik horizontal antarpendukung akan semakin mungkin pecah.
"Sehingga mesti ada antisipasi dari penyelenggara dan kepolisian untuk mengedukasi masyarakat agar tidak mudah terprovokasi dan tidak menyebarkan informasi palsu yang bisa menyulut pertikaian," tuturnya.
Pengamat politik dari Universitas Hasanuddin, Andi Ali Armunanto mengatakan khusus head to head di Pilgub Sulsel akan relatif berimbang.
"Kondisi sekarang justru kekuatan dua paslon di Pilgub sama-sama berimbang dalam artian punya kelebihan dan kekurangan," ujar Andi Ali.
Menurut dia, kelebihan Andi Sudirman-Fatmawati yakni didukung partai besar bahkan partai pemenang pemilu di Sulsel. Sudirman-Fatma akan maksimal mendapatkan suara bila mesin partai-partai pengusung bekerja optimal.
Selain itu, kata dia, pasangan ini diduga punya modal besar dan juga ada orang kuat yakni Menteri Pertanian Amran Sulaiman dan Ketua NasDem Sulsel Rusdi Masse.
"Dukungan parpol dan sosok menteri itu dinilai jadi kekuatan utama Sudirman-Fatma. Pasangan ini juga berpengalaman pernah jadi kepala daerah dan wakil kepala daerah. Saya kira itu menjadi kekuatannya," imbuh Andi Ali.
Adapun kekuatan Danny Pomanto-Azhar Arsyad tak boleh dipandang enteng. Menurut Andi Ali, keduanya punya jejaring di akar rumput yang kuat. Apalagi ditopang oleh kekuatan rakyat dan juga ormas dan Azhar selaku kader partai.
"Tentu Danny-Azhar juga punya kekuatan cukup bagus. Dia didukung oleh jaringan akar rumput yang militan. Taruhlah jaringan-jaringan politiknya yang dikembangkan untuk merambah ke daerah-daerah. Belum lagi jejaring ormas dan partai," kata Andi Ali.
Jejaring di akar rumput Danny-Azhar itu, kata Andi Ali, akan efektif jika diorganisasi dengan baik. Hal ini dinilai bisa mengimbangi kekuatan Sudirman-Fatma yang didukung koalisi gemuk yakni 10 partai pengusung.
Menurut Andi Ali, tim Danny-Azhar sangat arif memanfaatkan komunitas-komunitas akar rumput untuk ditarik atau diorganisir jadi pemilih atau mesin politik. Dia melihat pergerakan politik Danny Pomanto memang tidak terlalu mengandalkan mesin partai tapi justru mengandalkan jejaring akar rumput dan kekuatan rakyat. Sedangkan, Sudirman justru tidak punya kelihaian mengakses akar rumput seperti Danny.
"Kekuatan Danny lebih pada komunitas dan kekuatan rakyat sebagai penggerak. Itu yang jadi kekuatan besar Danny-Azhar meskipun didukung partai yang kelihatannya kalah jauh," ujar Andi Ali.
Dari sisi figuritas, kata Andi Ali, Danny dan Sudirman cukup bersaing. Begitu pula dengan komposisi pasangan masing-masing antara Azhar dan Fatma.
Berbicara prestasi pembangunan, Sudirman yang menjabat gubernur melanjutkan periode Nurdin Abdullah, banyak membangun infrastruktur. Danny di Makassar juga banyak membangun infrastruktur yang menjadi landmark Makassar.
Melihat kekuatan masing-masing itu, Andi Ali menyebut penentu terakhir kemenangan adalah efektivitas pengelolaan tim pemenangan.
"Termasuk strategi membangun branding politik oleh masing-masing paslon. Saya rasa semua punya kekuatan sehingga kemudian yang menentukan nanti adalah strategi marketing politiknya hampit sama," ujar dia.
Sementara itu, bakal calon bupati Gowa, Amir Uskara menyampaikan harapannya agar Pilkada Gowa berlangsung aman dan damai. Dia juga berharap masyarakat Gowa bisa memilih calon pemimpinnya sesuai hati nurani dan tanpa tekanan.
"Mari sama-sama mengawal Pilkada Gowa ini sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang ada. Kita kawal sama-sama supaya masyarakat Gowa bisa menikmati Pilkada ini dengan riang gembira tanpa ada tekanan," ujar Amir.
Di Pilkada Soppeng, bakal calon bupati Suwardi Haseng mengatakan akan menyiapkan visi dan misi bersama Selle KS Dalle yang menjadi pasangannya. Dia mengemban vi berupa 'Soppeng Setara, Soppeng Sehat, Maju, Berdaya Saing Berbasis Agropolitan yang menggambarkan keinginan besar untuk mendorong terwujudnya kesetaraan.
"Kemudian ikut serta berpartisipasi dalam pembangunan dan juga kesetaraan dalam mendapatkan kesejahteraan sosial," kata Suwardi.
Dia menambahkan, berkomitmen dengan misi untuk membangun Soppeng. Selain itu juga memastikan periode berkelanjutan dari pemerintahan yang ada sekarang.
Politisi Golkar itu menerangkan, visi Soppeng Setara akan mengadopsi secara total rencana pembangunan jangka panjang (RPJP) Soppeng tahun 2025-2045 yang kini tengah disusun oleh Pemkab Soppeng.
"Sebab capaian kemajuan telah ditunjukkan oleh pemerintahan sebelumnya. Keberlanjutan program dari pemerintahan menjadi perjalanan pemerintahan kami," ujar dia.
Sementara itu, di Kabupaten Maros, hanya diikuti satu pasangan calon yakni Chaidir Syam-Suhartina Bohari. Kandidat petahana ini dipastikan akan melawan kolom kosong.
Pengamat politik dari Universitas Hasanuddin Profesor Sukri Tamma mengatakan mengenai kolom kosong terjadi karena beberapa faktor, terlebih dikarenakan aturan yang memungkinkan pengusungan calon hanya bisa dilakukan lewat jalur independen dan jalur partai.
Para partai politik disebut memang punya hak untuk mengusung calonnya sendiri. Dimana calon yang biasanya diusung sejumlah partai dinilai sebagai calon yang memungkinkan untuk menjadi pemenang.
"Partai politik cenderung mendukung kandidat yang dianggap paling berpeluang menang. Jika peluang kandidat lain terlihat kecil, partai memilih bergabung dan mendukung calon yang sama," ujar Sukri.
Sukri menambahkan bahwa ada faktor lain yang mungkin mempengaruhi munculnya calon tunggal, yaitu adanya kesepakatan politik antarpartai atau antarkandidat.
"Ini juga terkait strategi untuk meminimalkan pesaing karena bisa jadi ada kandidat yang barangkali misalnya maju ada pesaingnya kemungkinan akan berat sehingga kemudian mereka mengupayakan itu (kotak kosong). Artinya jangan memberikan peluang kepada pesaing sehingga hanya dia yang jadi kandidat," imbuh Sukri.
Ia menjelaskan, dalam aturan kolom kosong atau hanya satu kandidat dalam kontestasi politik merupakan suatu yang sah di Indonesia. Meskipun kadang memicu perdebatan mengenai apakah itu demokratis atau tidak demokratis.
Hanya saja, menurut Sukri, implikasi mengenai kolom kosong adalah minimnya alternatif pilihan masyarakat. Pilihan menjadi sangat berkurang dikarenakan hanya satu pasangan calon saja, padahal barangkali masih ada dua atau lebih kandidat yang bisa dipilih oleh masyarakat.
"Dalam situasi tersebut kan masyarakat akan tahu kehilangan potensi untuk mendapatkan pemimpin lain. Syukur-syukur kalau memang pemimpinnya yang sesuai dengan kepentingan atau keinginan masyarakat sehingga kalau itu betul-betul refleksi dari keinginan masyarakat bersama, buka hasil negosiasi atau keinginan partai politik untuk mendorong satu dan meminimalkan kandidat-kandidat yang lain," ujar Sukri.
Meskipun demikian, Sukri menyebut, kolom kosong bukanlah suatu masalah. Masyarakat masih memiliki alternatif untuk memilih kolom kosong jika tidak sejalan dengan calon yang maju. Calon tunggal disebut bukanlah jaminan kemenangan. Dimana pada Pilkada Makassar tahun 2018 lalu, pasangan Munafri Arifuddin dan Andi Rachmatika Dewi (Appi-Cicu) dikalahkan oleh kolom kosong.
"Kita pernah melihat di Pilwali Makassar sebelumnya, kolom kosong justru menang. Jadi meskipun tanpa pesaing langsung, pasangan calon tetap harus bekerja keras untuk meyakinkan masyarakat agar tidak memilih kolom kosong," kata Sukri. (suryadi-isak pasa'buan/C)