Hamka B Kady Dorong Pembentukan Legalitas Ojol

  • Bagikan
Anggota Komisi V DPR RI Hamka B Kady.

JAKARTA, RAKYATSULSEL - Anggota Komisi V DPR RI Hamka B Kady mendorong pemerintah menghadirkan solusi atas status dan segala ketentuan tentang ojek online (ojol), termasuk soal kesejahteraan mitra ojol dan kurir.

"Sebenarnya dari awal kita mau memasukkan dalam revisi UU Nomor 22 tahun 2019 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ), tapi gagal dengan beberapa pertimbangan," kata Hamka B Kady di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (3/9/2024).

Oleh karena itu kepada semua pihak terutama pada pemilik aplikasi, ada sebuah kesepahaman yang solutif. Karena biar bagaimana pun, penyedia aplikasi adalah penerima manfaat dari ojol. Jadi perlu dipikirkan kesamaan dan kesetaraan.

"Bisa dibayangkan, bahwa hidupnya aplikasi itu karena pengemudi ojol. Jadi seharusnya ada keseimbangan dari sisi pekerjaan dan pendapatan. Sama-sama hidup. Jangan satu enak, satu lagi susah," ucap Politisi Fraksi Golkar itu.

Saat ini, UU Nomor 22 tahun 2019 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) belum mengatur tentang penggunaan kendaraan roda dua sebagai sarana transportasi umum untuk mengangkut penumpang. Aturan terkait kendaraan roda dua saat ini hanya diatur dalam ketentuan setingkat peraturan menteri yakni Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 12 Tahun 2019.

"Dalam UU LLAJ, ojol itu belum diizinkan memuat penumpang, bukan kendaraan umum. Membawa barang boleh. Itu dalam UU LLAJ. Oleh karena itu kalau mau dilegalkan, harus ada cantolan hukumnya," jelas Hamka.

Dengan tidak adanya legalitas yang jelas, pemerintah juga tidak bisa berbuat banyak. Karena ini menurut Hamka, sudah menjadi kesempatan kerja yang sangat luas dan besar, jangan dibiarkan begitu saja.

Sebenarnya kami DPR sudah berkali-kali ingin memasukkan dalam UU LLAJ, tapi lagi-lagi karena ada kendala sehingga belum bisa diselesaikan," ungkapnya.

Terakhir ia menghimbau pemerintah agar mencari solusi sehingga ada titik temu antara penyedia aplikasi dan pengemudi ojol sebagai mitra.

"Harus ada aturan yang jelas, bukan hanya secarik kertas saja yang tidak ada cantolan Undang-undangnya," kunci Hamka. (*)

  • Bagikan

Exit mobile version