MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Memasuki tahapan Pemilih Kepada Daerah (Pilkada) di Sulawesi Selatan, para calon baik tingkat kabupaten/kota maupun provinsi mulai menjajaki basisnya untuk menyampaikan visi dan misinya, tanpa terkecuali termasuk pada kelompok-kelompok disabilitas.
Untuk itu, harapan besar tersebut diharapkan para penyandang disabilitas agar pemimpin terpilih nantinya benar-benar peduli dan berpihak kepada mereka.
Ketua Dewan Pengurus Daerah Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia (DPD PPDI) Sulawesi Selatan, Faluphy Mahmud mengungkapkan bahwa selama ini banyak regulasi yang telah dibuat oleh pemerintah untuk melindungi dan memenuhi hak-hak penyandang disabilitas, namun implementasinya masih jauh dari harapan.
“Kami berharap Pilkada ini dapat menghasilkan pemimpin yang benar-benar berpihak pada semua orang, khususnya masyarakat disabilitas. Secara regulasi, sudah banyak aturan yang dihadirkan negara, namun belum diimplementasikan dengan baik oleh para pemimpin,” ujar Faluphy.
Ia menyoroti fenomena di mana banyak kandidat yang selama masa kampanye menunjukkan kepedulian terhadap kelompok disabilitas, namun setelah terpilih, janji-janji tersebut kerap dilupakan.
“Kami berharap besar bahwa pemimpin itu tidak hanya berbicara dan menunjukkan kepedulian terhadap kelompok disabilitas saat kampanye. Saat di panggung mereka berjanji, tapi begitu turun, janji itu sering terlupakan,” ungkapnya.
Di Sulsel sendiri, kata Faluphy, penerapan rencana aksi daerah dan rencana induk penyandang disabilitas dinilai sudah sangat mendesak.
Untuk itu, ia menyoroti bahwa meskipun ada perubahan pada Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 53 Tahun 2023, namun sejauh ini implementasi teknisnya masih belum terlihat. Hal ini yang diharapkan oleh para penyandang disabilitas agar segera direalisasikan.
“Teman-teman di daerah juga memiliki harapan besar untuk diberikan penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak mereka sebagai penyandang disabilitas. Sudah banyak perda yang lahir di daerah, bahkan ada Pergub dan Perbup, namun yang kami harapkan adalah realisasi dari aturan-aturan tersebut,” ujarnya.
Faluphy menuturkan, ecara garis besar peraturan daerah (Perda) terkait penyandang disabilitas mengatur tentang pemenuhan hak dan perlindungan bagi mereka.
Namun, Faluphy mengakui bahwa implementasi di lapangan masih sangat minim. Ia menekankan pentingnya memiliki basis data yang baik dan alokasi anggaran yang memadai untuk program-program disabilitas, yang hingga saat ini masih belum terwujud.
"Saya masih banyak melihat dan sebagian besar terjadi di Sulsel ini kebanyakan daerah sudah ada Perdanya tetapi secara implementasi itu masih sangat minim. Kalau mau diukur secara nyata, apakah daerah kemudian memilih basis data yang baik, kemudian bagaimana pengalokasian anggaran untuk program disabilitas, kan ini belum terjadi juga," ungkapnya.
Ketika ditanya tentang Kota Makassar, Faluphy menyebut bahwa kondisi di ibu kota Sulsel ini juga belum sesuai dengan harapan para penyandang disabilitas.
Meskipun sudah ada Unit Layanan Disabilitas (ULB) di bidang ketenagakerjaan dan pendidikan, namun pelaksanaannya di lapangan masih memerlukan penguatan lebih lanjut.
“Di Makassar, sudah ada ULB pendidikan, tetapi di sekolah-sekolah masih ditemukan anak-anak disabilitas yang mengalami perundungan. Selain itu, sistem pendidikan di sekolah juga masih belum inklusif. Ini yang menjadi harapan kita, bahwa semua orang harus diberikan haknya, termasuk penyandang disabilitas,” jelas Faluphy.
Selain regulasi dan program, Faluphy juga menyoroti pentingnya pembangunan fasilitas umum yang ramah disabilitas. Ia menekankan bahwa pola perencanaan bangunan harus menggunakan konsep desain universal, yang berarti fasilitas umum dirancang untuk semua orang, bukan hanya bagi penyandang disabilitas.
“Pola pikir kita harus diubah. Konsep bangunan yang ramah disabilitas bukan hanya untuk pengguna kursi roda, tapi untuk semua orang. Ini adalah bagian dari pembangunan konsep kedisabilitasan yang benar, mulai dari perencanaan hingga pelaksanaan,” pungkasnya. (Isak/B)