Pelatihan Relawan Bencana, Aktivis Lingkungan: Perlu Merefleksi Peristiwa Bencana

  • Bagikan

MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Yayasan Tali Simpul Negeri menggelar pelatihan dasar tanggap darurat bencana di Makassar, pekan lalu. Kegiatan ini digelar sebagai upaya menguatkan kapasitas dan pengetahuan para relawan bencana khususnya yang berkaitan dengan bencana ekologis.

Kegiatan ini diikuti puluhan perwakilan relawan tanggap bencana dari berbagai organisasi se-Sulawesi Selatan. Yayasan Tali Simpul Negeri sangat fokus pada edukasi relawan mengingat pengetahuan kerelawanan sangat beririsan dengan dinamika sosial dan ekologis yang kompleks di lapangan. Hadir sebagai narasumber pada pelatihan tersebut, aktivis dan pegiatan lingkungan, Anis Kurniawan.

Di hadapan peserta, Anis yang juga Direktur Klikhijau membahas tentang perspektif ilmu lingkungan dan upaya mitigasi bencana. Menurut Anis, bencana ekologis di masa depan akan semakin intens terjadi karenanya perlu sinergitas multipihak termasuk peran strategis para relawan tanggap bencana.

“Relawan tanggap bencana berada di garda terdepan saat terjadi bencana. Dengan situasi dan dinamika di lapangan yang kompleks, relawan perlu pemahaman holistik mengenai aspek-aspek penting antara bencana dan permasalahan lingkungan hidup,” kata Anis.

Hal tersebut penting mengingat sebagian besar bencana yang terjadi ada kaitannya dengan tindakan ataupun kebijakan pengelolaan lingkungan hidup.

“Oleh sebab itu, para relawan sejatinya dapat bertindak sebagai “komunikator lingkungan” yang baik. Setiap bencana terjadi seperti banjir, tanah longsor dan lainnya, tentu ada banyak pembelajaran yang menarik direfleksikan. Dengan demikian, kita dapat memetik pembelajaran dari setiap bencana,” jelas kandidat doktor Ilmu Lingkungan Unhas ini.

Anis menambahkan, pentingnya menggali pengetahuan lokal masyarakat mengenai kebencanaan dan pelestarian lingkungan. Ia mencontohkan bagaimana spesies tertentu yang lenyap di satu kawasan akan menjadi indikator sebuah bencana akibat ketidakseimbangan ekologis.

“Alam semesta adalah sumber pembelajaran terbaik bagi manusia. Leluhur kita sejak dahulu menjadikan alam semesta sebagai indikator lingkungan dan indikator terjadinya bencana. Mereka menjaga keseimbangan alam dengan tidak merusak spesies apa pun di alam. Mengapa? Karena setiap spesies akan saling menopang dalam keberlangsungan dan harmoni kehidupan di bumi,” lanjutnya.

Anis juga mengingatkan perlunya kesadaran ekologis sebagai buah dari refleksi setiap bencana terjadi.

“Setiap bencana terjadi, relawan tanggap bencana juga dapat belajar dari lapangan dan menjadikan pembelajaran itu sebagai suatu diskursus untuk dishare ke multipihak termasuk pada para pemangku kepentingan. Ini penting, sebab di balik suatu bencana ekologis harus ada koreksi bersama atas tindakan manusia dalam mengelola lingkungan dan sumber daya alam. Boleh jadi ada hal keliru yang perlu diperbaiki bersama agar kita tidak hanya sekadar langganan bencana yang terus mengulang kesalahan pada bumi,” ujar dia. (*)

  • Bagikan

Exit mobile version