MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) turut memantau pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di Sulawesi Selatan (Sulsel) setelah daerah ini masuk dalam kategori rawan tinggi dalam pemetaan kerawanan Pilkada Serentak 2024.
Komnas HAM meminta Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk mengedepankan asas pengawasan ketat terhadap penyelenggara maupun peserta pilkada guna menjaga integritas proses demokrasi.
Pengamat politik dari Universitas Hasanuddin Profesor Sukri Tamma mengatakan bahwa Sulawesi Selatan memang selalu dianggap sebagai salah satu provinsi rawan dalam setiap penyelenggaraan Pemilu maupun Pilkada. Hal ini, menurut Sukri, berdasarkan berbagai indikator, termasuk kecenderungan adanya praktik-praktik kecurangan dan pelanggaran regulasi pemilu atau pilkada yang biasa terjadi.
"Sejak dulu, Sulawesi Selatan selalu menjadi salah satu daerah yang dianggap rawan dalam konteks Pemilu atau Pilkada. Hal ini disebabkan oleh kecenderungan adanya praktik kecurangan, seperti pelanggaran regulasi pemilu dan lainnya," kata Sukri, Kamis (5/9/2024).
Dia menekankan pentingnya netralitas penyelenggara pilkada, mengingat bahwa mereka adalah instrumen utama yang harus menjaga prinsip keadilan dalam setiap tahapan proses demokrasi itu berjalan.
Selain itu, Sukri juga mengingatkan bahwa jika penyelenggara pilkada tidak bersikap netral, maka hal tersebut dapat merugikan pihak-pihak tertentu dan merusak integritas pilkada itu sendiri.
"Prinsip dasar pemilu atau pilkada adalah keadilan, dan netralitas penyelenggara adalah kunci untuk memastikan hal itu. Jika penyelenggara menunjukkan bias kepada pihak tertentu, maka pilkada tidak dapat dipertanggungjawabkan secara etis," imbuh dia.
Terkait dengan pengawasan yang lebih ketat dari Komnas HAM, Sukri menilai, langkah tersebut wajar, mengingat kasus-kasus pelanggaran netralitas yang pernah terjadi sebelumnya, termasuk tingginya pelanggaran netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) di Sulawesi Selatan pada Pemilu maupun Pilkada sebelumnya.
"Sulsel termasuk daerah dengan pelanggaran netralitas ASN yang tinggi, sehingga wajar saja jika Komnas HAM mengingatkan pentingnya pengawasan terhadap KPU dan Bawaslu di Sulsel untuk menjaga netralitas," ujar dia.
Sukri juga menyoroti pentingnya peran penjabat kepala daerah dalam menjaga netralitas, mengingat banyak pimpinan daerah saat ini diisi oleh pejabat sementara yang memiliki potensi untuk mempengaruhi kinerja KPU dan Bawaslu dalam mengawasi jalannya pilkada.
Dia mengatakan, tantangan bagi KPU dan Bawaslu dalam menjaga netralitas ini sangatlah penting demi menjaga keadilan dalam penyelenggaraan Pilkada Serentak 2024 di Sulawesi Selatan.
"Penjabat kepala daerah juga perlu diingatkan terkait dengan netralitas mereka, karena hal ini berkaitan dengan bagaimana kinerja KPU dan Bawaslu dalam mengawasi pemilu di daerah masing-masing," kata dia. (isak pasa'buan/B