"Bahkan berdasarkan informasi BPK, Pemprov Sulsel juga dikatakan harus membayar utang kepada perusahaan pelaksana pengerjaan pembangunan RTH lanjutan yakni kepada PT PGC sebesar Rp1.557.967.936,00, dan kepada CV AKU sebesar Rp2.961.110.709,00, serta kepada CV DK sebesar Rp85.720.841,50," bebernya.
Atas temuan itu, Ali mengaku timnya akan terus merampungkan data temuan sekaitan dengan proyek RTH Kawasan CPI Makassar ini yang menurutnya sangat boros dan tidak memberikan azas manfaatkan kepada masyarakat hingga saat ini.
"Kita tidak tahu konsep RTH-nya ini juga apa, karena di beberapa aturan kementerian soal RTH itu, tanaman yang ada adalah tanaman yang dapat melindungi ekosistem," ucapnya.
"Nah kita lihat di soft lauching sebelumnya bahkan ada padi di situ juga jagung, bahkan sayur-sayuran. Ini sifatnya sementara, dan kita sudah cek sudah tidak ada. Ini pemborosan sekali ini sebenarnya, dan kita tidak tahu RTH ini konsepnya seperti apa. Apakah memang di RTH sesuai aturan kementerian atau taman-taman bermain saja," sambungnya.
Dengan begitu, Ali menilai pengerjaan RTH Kawasan CPI Makassar dikerjakan amburadul. Pemerintah tidak punya konsep RTH seperti apa yang dibangun.
"Ketidakmampuan pemerintah provinsi kemudian menjalankan konsep itu mengindikasikan potensi merugikan negara, termasuk pengadaan payung elektrik itu," sebutnya.
Sementara, Inspektur Kantor Inspektorat Sulsel Wilayah IV, Hamka, mengatakan terkait dengan temuan peneliti ACC Sulawesi tersebut, sebaiknya bisa dilaporkan langsung ke Kantor Inspektorat Provinsi Sulsel.
"Laporan nanti ditindaklanjuti oleh tim untuk ditelaah lebih lanjut. Apakah nantinya akan diaudit investigasi atau bagaimana sesuai prosedur yang ada," singkat Hamka sembari mengatakan dirinya tidak bisa memberikan tanggapan lebih jauh soal temuan yang dimaksud. (Isak/C)