Lurah Tolo' yang akrab disapa Karaeng Jalling ini mengaku jika lokasi lahan tempat berdirinya rumah tersebut merupakan tanah milik orang tuanya. Dimana awalnya pemilik rumah yang bernama Akking ingin menempati lokasi lahan tersebut dengan menyewa dari penyewa sebelumnya, untuk dijadikan tempat tinggal sekaligus membuka usaha bengkel.
"Tanah itu kemudian disewakan kepadanya (Akking) dengan perjanjian membayar sewa tahunan. Namun, beberapa tahun terakhir, ia tidak pernah membayar lagi dan selama ini kami biarkan begitu saja," jelasnya.
Lebih jauh, Karaeng Jallling juga mengaku kesal lantaran Akking kerap bercerita kepada orang-orang, bahwa tanah yang ia tempati tersebut bukanlah milik orang tua Karaeng Jalling, tapi merupakan tanah pemerintah yang merupakan bagian dari hutan lindung.
"Padahal, surat-surat berikut pembayaran pajaknya ada semua," tegasnya.
Terkait persoalan bahwa pembongkaran rumah tersebut gegara adanya baliho salah satu calon bupati yang berdiri di lahan rumah tersebut hanyalah sebuah kebetulan.
"Soal adanya baliho yang berdiri diatas lahan orang tua saya itu, kemudian saya minta dipindahkan, karena jangan sampai dipolitisir pihak-pihak tertentu dan dikaitkan dengan jabatan saya sebagai Lurah. Jadi saya minta baliho tersebut untuk dipindahkan. Tapi ini Akking tidak mau karena bukan dia yang pasang," beber Karaeng Jalling.
"Sebagai pemilik lahan, saya pun merasa kesal dan mengatakan kalau begitu pindah kan mi juga rumahmu," sambungnya.