Oleh: Darussalam Syamsuddin
MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Bangsa Arab sebelum datangnya Islam bukanlah bangsa yang terbelakang, mereka termasuk bangsa yang memiliki beberapa kelebihan dibanding bangsa lain. Keberanian mereka dalam pertempuran untuk menguasai bangsa dan wilayah yang ditaklukkan tak dapat dipungkiri. Bidang ilmu, terutama sastra, juga mereka kuasai. Ketabiban atau ilmu kedokteran demikian pula adanya.
Berbagai keunggulan mereka miliki, namun demikian keberadaan bangsa Arab sebelum datangnya Islam dikenal dengan sebutan jahiliyah atau zaman kebodohan. Sebutan ini bukanlah berarti bahwa mereka tidak menggunakan akal atau pikiran dengan baik, melainkan karena mereka tidak mengenal dan tidak menerima kebenaran.
Kejahilan itu tergambar pada apa yang menimpa Umar bin Khattab sebelum datangnya Islam. Riwayat menyebutkan bahwa Umar sering ditemukan oleh sahabatnya menangis dan tertawa seorang diri. Ketika Umar ditanya mengapa menangis dan tertawa seorang diri? Umar mengatakan: saya menangis jika mengingat masa lalu sebelum datangnya Islam.
Setiap anak perempuan yang lahir dipandang akan membawa aib bagi keluarga, karenanya harus dikubur hidup-hidup. Sementara itu, jika saya tertawa seorang diri mengingat kebodohanku. Sebelum Islam datang, masyarakat Arab senang membuat kue dalam beragam bentuk dan ukuran. Jika telah rampung kue itu pun disembah seperti dewa dan bila lapar mendera kue itu pun dimakan.
Hari Senin, 12 Rabiul Awal Tahun Gajah, bertepatan dengan 20 April 571 Masehi di Kota Makkah Arab Saudi lahir seorang pencerah zaman, Nabi Muhammad saw. Sejarah menuturkan bahwa kelahiran Nabi Muhammad disebut Tahun Gajah karena menjelang kelahirannya, terdapat peristiwa penyerbuan pasukan Abrahah yang menggunakan gajah yang ingin menghancurkan Ka’bah. Peristiwa penyerbuan itu terjadi pada 12 Muharam 571 Masehi.
Satu di antara sekian episode perjalanan hidup Sang Pencerah Muhammad saw adalah ketika berjumpa dengan rombongan kafir Quraisy yang dipimpin Urwah Al-Tsaqafi bermaksud melarang Nabi dan rombongan untuk melakukan ibadah haji. Pada tahun keenam Hijrah, Rasulullah saw beserta para sahabatnya berhenti di Hudaibiyah terletak 22 kilomter arah barat Makkah menuju Jeddah, kini terdapat masjid Ar-Ridwan. Hudaibiyah disebut juga dengan nama as-Syumaisi yang diambil dari nama orang pertama yang menggali sumur di Hudaibiyah.
Pertemuan antara rombongan Urwah Al-Tsaqafi dengan rombongan Nabi Muhammad saw berjalan sangat alot, sehingga lahirlah perjanjian yang dikenal dengan sebutan perjanjian Hudaibiyah. Ketika kembali ke Makkah, rombongan Urwah Al-Tsaqafi tidak hanya membawa naskah perjanjian, mereka juga membawa kenangan yang memesona.
Untuk pertama kalinya mereka menyaksikan perlakuan kaum muslimin terhadap Nabi Muhammad Saw. pemimpin mereka. Ketika Nabi berbicara, mereka terpaku pada ucapan yang keluar dari bibir yang mulia. Ketika beliau bergerak, mereka mengikuti dengan setia. Mereka mencurahkan perhatian seluruhnya seakan tak pernah berpaling untuk menikmati keindahan wajahnya.
Urwah Al-Tsaqafi berkata kepada kelompoknya, orang Islam itu luar biasa! Aku pernah berkunjung dan menjadi utusan para raja, menemui Kaisar, Kisra, dan Najasyi. Aku belum pernah menemukan dan melihat sahabat-sahabat mengagungkan rajanya, seperti sahabat-sahabat mengagungkan Muhammad. Jika ia berwudhu, mereka memperebutkan air wudhunya. Bila ia berbicara, mereka merendahkan diri di hadapannya. Mereka menundukkan pandangan karena memuliakannya.
Semua yang dilakukan umat Islam terhadap Nabi yang dicintai bukanlah sesuatu yang berlebihan, melainkan didasari oleh kecintaan mereka terhadap Sang Pencerah zaman yang dengan kedatangannya menjadi rahmat bagi seluruh alam. Pencerah dari berbagai kegelapan kepada cahaya; dari zhulumat kepada an-nur (QS. Ibrahim/14 : 1). Kegelapan dan kezaliman berupa: ketidaktahuan tentang syariat, pelanggaran atas syariat Allah, dan berbagai penindasan. (*)