MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Anggota DPRD Selayar, Tanri Bangun Patta melaporkan dua warga ke Polda Sulsel atas kasus dugaan penipuan dengan modus anaknya akan lolos menjadi anggota Polri pada penerimaan calon siswa (Casis) Bintara tahun anggaran (TA) 2024.
Politikus PAN itu melapor ke Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polda Sulsel didampingi Pengacaranya, Irwan Irawan, pada Rabu (18/9/2024), dengan nomor Laporan Polisi: STTLP/B/829/IX/2024/SPKT/POLDA SULAWESI SELATAN.
Pengacara Tanri Bangun Patta, Irwan Irawan menjelaskan dua orang yang dilaporkan ke Polda Sulsel itu merupakan warga sipil yang diduga jadi calo pendaftaran Polri yakni seorang perempuan inisial FA dan pria inisial MM.
Keduanya disebut telah menipu Tanri Bangun Patta senilai Rp385 juta dengan iming-iming anaknya berinisial AIB akan diluluskan menjadi anggota Polri lewat kuota khusus.
"Jadi yang dilaporkan saat ini terkait penipuan dan penggelapan yang diduga dilakukan oleh saudara MM dan FA. Dua orang ini yang kami menduga telah melakukan tindak pidana penipuan terhadap korban (Tanri Bangun Patta). Ini terkait dengan penerimaan siswa Bintara di Polda Sulsel," ungkap Irwan, Rabu (18/9/2024).
Irwan menceritakan, kasus dugaan penipuan ini bermula saat AIB mendaftar Casis Bintara TA 2024, namun tidak lulus. Selanjutnya, bertepatan hari pengumuman salah satu kenalan Tanri Bangun Patta berinisial DZ menghubunginya dan memperkenalkan FA, yang disebut sebagai pengurus Casis Bintara Polri lewat Kuota Khusus.
Korban yang percaya kemudian mengikuti petunjuk FA. Menurut dia, FA meminta uang sejumlah Rp700 juta jika AIB ingin diluluskan lewat kuota khusus pada penerima anggota Polri 2024.
"Jadi calon siswa ini (AIB) sudah tidak lulus, kemudian diiming-imingi bisa diluluskan (lewat Kuota Khusus) dengan membayar sekitar Rp700 juta," ujar Irwan.
Irwan mengatakan uang ratusan juga itu diserahkan Tanri Bangun Patta kepada FA secara bertahap dan nilainya variatif hingga mencapai Rp385 juta. Proses pemberiannya dilakukan lewat transfer maupun secara langsung.
"Pembayaran itu dilakukan (korban) dalam beberapa tahap ke sejumlah rekening (pelaku). Uang itu dikirim (korban) dengan iming-iming untuk dibantu mengurus kelulusannya yang mereka sebutkan dengan kuota khusus," beber Irwan.
Dia menyebutkan, kliennya atau Tanri Bangun Patta begitu yakin jika FA bisa mengurus AIB lulus sebagai anggota Polri lewat kuota khusus. Terlebih AIB sempat dikarantina berapa hari di rumah FA yang terletak di wilayah Kabupaten Gowa, dan di salah satu hotel di Kota Makassar bersama lima orang lainnya yang juga diduga menjadi korban penipuan kasus yang sama.
Selain dikarantina, AIB juga disebut sempat disuruh FA untuk mencukur rambut dan membeli sejumlah perlengkapan persiapan pendidikan Bintara Polri di SPN Batua Polda Sulsel, Jalan Urip Sumoharjo, Makassar.
"Untuk meyakinkan korban, anak ini sempat dikarantina di rumah terlapor (FA). Dikarantina, termasuk dicukur plontos seolah-olah memang sudah masuk Bintara. Kemudian dipindahkan lagi ke hotel tiga malam, karena dia janji besoknya (AIB) dibawa ke Batua utuk pendidikan," tutur Irwan.
"Selain proses karantina dan janji-janji itu, (AIB) juga disuruh menjahit baju. Ini sebenarnya ada tujuh orang (korban) yang digunduli juga. Ditampung di rumahnya (FA), kemudian dibawa ke hotel juga. Disuruh siaga, karena seolah-olah besoknya sudah diantar ke Batua untuk pendidikan. Hal inilah yang meyakinkan pak Tanri Bangun Patta bahwa ini benar, akan diterima anaknya," sambung dia.
Bukan hanya itu, Tanri Bangun Patta juga disebut sempat ditemui rekan FA atau MM yang mengaku punya kenalan di Polri yang bisa meluluskan AIB. Namun dari hasil penelusuran Irwan dan timnya, disebut itu hanyalah modus FA dan MM mengatas namakan Polri untuk meyakinkan korban.
Korban atau Tanri Bangun Patta yang mulai curiga kalau ini penipuan kemudian menghubungi FA dan meminta agar uangnya dikembalikan. Namun belakangan hanya Rp60 juta yang dikembalikan oleh FA hingga dilaporkan ke Polda Sulsel.
"MM ini sudah sempat ke Makassar, sempat bertemu pak Tanri untuk meyakinkan bahwa betul ini bisa dilaksanakan (meluluskan anaknya). Yang jelas kedua orang ini sipil, bukan Polisi. Jadi mereka menjual institusi kepolisian seolah-olah MM itu orang Mabes Polri. Tapi saya yakin bukan, orang ini sipil biasa yang memanfaatkan situasi untuk mendapatkan keuntungan," sebut dia.
"Total uang yang sudah diberikan Rp385 juta. Tapi sudah ada pengembalian Rp60 juta. Jadi masih ada Rp325 juta. Terus kenapa Rp385 juta (bukan Rp700 juta) karena sisanya dijanjikan sete masuk, itu DP saja, setelah itu baru diberikan," imbuh Irwan.
Sementara Kabid Humas Polda Sulsel, Kombes Pol Didik Supranoto yang turut dikonfirmasi menyampaikan pihaknya mengimbau kepada masyarakat agar tidak percaya jika ada yang menawarkan masuk anggota Polri dengan meminta pungutan biaya.
"Saya sampaikan kepada seluruh masyarakat Sulsel, masuk Polri ini sudah ditentukan tesnya, waktunya, dan tidak ada biaya yang dibebankan kepada calon atau pelamar yang mau masuk anggota Polri. Kalau misalnya ada yang mengiming-imingi, menjanjikan bisa masuk Polri, kemudian itu harus membayar uang tertentu, itu pasti penipu," ujar Didik.
Terkait laporan korban, kata Didik, pihaknya bakal menindaklanjuti dan mengungkap dugaan sindikat penipuan dengan modus masuk anggota Polri.
"Kemudian kalau memang ada yang merasa ditipu, segera melapor ke Kepolisian. Itu akan ditindaklanjuti Kepolisian untuk mengungkap siapa pelakunya," sebut Didik. (Isak Pasa'buan/B)