Waspada Politisasi Ormas Agama

  • Bagikan

MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Berbagai cara dilakukan kandidat gubernur dan wakil gubernur Sulawesi Selatan untuk meraih simpati calon pemilih menjelang pemilihan kepala daerah serentak, 27 November 2024. Mulai dari sosialisasi ke masyarakat hingga merangkul organisasi keagamaan yang dikemas dalam bentuk silaturahmi.

"Menyeret" ormas agama dalam politik praktis kerap ampuh dalam menggalang dukungan suara. Meski begitu, cara-cara tersebut bisa mengarah pada meruncingnya praktik politisasi agama dalam setiap ajang kontestasi politik.

Pasangan Danny Pomanto-Azhar Arsyad paling gencar mengunjungi tokoh agama dan pengurus ormas keagamaan. Beberapa hari belakangan, pasangan akronim DIA ini mengunjungi sejumlah tempat seperti ormas Muhammadiyah dan Darud Da'wah Wal Irsyad (DDI) Sulawesi Selatan.

Pekan lalu, Danny Pomanto bersilaturahmi dengan pengurus Muhammadiyah Kota Makassar. Wali Kota Makassar dua periode mendapat apresiasi dari Muhammadiyah Makassar karena telah memberikan banyak bantuan, utamanya peningkatan infrastruktur lembaga pusat dakwah tersebut dan sekolah-sekolah.

Danny juga memberikan bantuan pengadaan fasilitas lift di markas PD Muhammadiyah Makassar yang berlokasi di Jalan Gunung Lompo Battang tersebut. Menurut Danny, bantuan tersebut sebagai bentuk terima kasih Pemkot kepada pusat dakwah Muhammadiyah.

Ketua Muhammadiyah Kota Makassar, K.H.Muhammad Said Abd Shamad menegaskan, pihaknya secara kelembagaan tetap berpegang teguh pada Khittah Ujung Pandang tahun 1971.

"Sikap kami menjaga jarak yang sama terhadap semua kekuatan politik, termasuk menjelang pemilihan gubernur Sulsel mendatang. Informasi yang beredar mengenai dukungan Muhammadiyah Kota Makassar, yang disebut bersumber dari saya, adalah tidak benar," ujar Said.

Menurut dia, Muhammadiyah sebagai organisasi tidak terlibat dalam politik praktis dan tetap menjaga prinsip independensi serta netralitas. "Kami mengimbau kepada semua pihak untuk tidak membawa atau mengaitkan nama Muhammadiyah dalam urusan politik praktis," pinta dia.

Mengenai kunjungan Danny Pomanto, kata Said, kunjungan itu murni merupakan silaturahmi. Awalnya, katadia, panitia Musyawarah Pimpinan Daerah Muhammadiyah (Muspim PDM), berkomunikasi dengan Wali Kota Makassar itu untuk mengundang untuk hadir secara langsung karena masih ada prasasti terkait bantuan berupa lift yang belum ditandatangani.

"Oleh karena itu, Muhammadiyah Makassar membuat undangan untuk silaturahmi. Kunjungan tersebut murni dalam konteks silaturahmi dan bukan terkait dukungan politik," imbuh dia.

Said juga meminta pengurus untuk berhati-hati dalam berbicara agar tidak terjadi kesalahpahaman di tengah masyarakat. Dia juga mengucapkan terima kasih kepada calon pimpinan masa depan berkunjung ke Muhammadiyah, sesuai dengan hadits yang menyatakan, 'Siapa yang tidak bersyukur kepada manusia, maka dia tidak bersyukur kepada Allah SWT.'

"Saya juga menyebut bantuan lainnya seperti untuk MBS Awalul Islam dan SMP Muhammadiyah 1. Atas kebaikan tersebut, saya diminta oleh rekan-rekan di Muhammadiyah untuk mendoakan. Saya tidak pernah menyebut memberi dukungan kepada siapa pun," tegas Said.

Pasangan Danny-Azhar juga bergerilya mencari "dukungan" ke pengurus Wilayah Darud Da'wah Wal Irsyad (DDI) Sulawesi Selatan pada Rabu (18/9/2024).

"Kami tidak bisa bertarung hanya sekelompok orang tapi kami ingin semua memberikan penguatan kepada kami terutama penguatan dalam sisi keagamaan karena kami bertarung dengan penuh kekurangan dengan nasehat dari beliau-beliau merupakan bekal kami untuk bisa lebih taft atau lebih tangguh di dalam pertarungan," kata Danny.

Danny menuturkan, bahwa dirinya bersyukur karena selama perjalanan politik dikelilingi orang-orang cerdas sehingga punya banyak ilmu untuk membangun daerah yang bergerak berdasarkan Al-Qur'an.

"Saya kira ciri khas dari pengalaman politik dan orang yang bergabung di perjuangan kami adalah orang-orang yang cerdas, cerdas melihat keadaan, cerdas melihat masa depan, cerdas melihat situasi dan cerdas melihat bagaimana yang dibutuhkan daerah untuk pemimpin kedepannya," imbuh dia.

Adapun, Azhar Arsyad, menyampaikan bahwa dirinya dengan berusaha membuka ruang kepada seluruh ormas, seluruh segmen masyarakat karena menjadi pemimpin publik Gubernur sebenarnya menjadi bapak untuk semua segmen.

"Tapi saya harus datang sowan minta tolong disampaikan pada jejaringnya bahwa kontestasi pilgub ini bukan hanya sekedar pilih orang tapi ini soal jaminan masa depan kita selama 5 tahun," imbuh mantan Sekjen DDI Sulsel itu.

Adapun, Wakil Sekretaris Umum DDI Muhammad Adlan menyambut baik kedatangan Danny-Azhar untuk bersilaturahmi. DDI, kata Adlan, berpesan agar Danny-Azhar terus berjuang untuk kemaslahatan umat.

"Kunjungan Pak Danny ini dalam rangka silaturahmi dengan pengurus DDI Sulsel. Kami sebagai tuan rumah tentu menerima dengan baik. Kami berpesan teruslah berusaha untuk kemaslahatan dan kesejahteraan masyarakat Sulsel," kata Adlan.

Sejauh ini, lanjut Adlan, baru pasangan Danny-Azhar yang datang ke DDI Sulsel untuk sowan. Dia juga mengungkap bahwa DDI punya jaringan yang besar di Sulsel dengan jumlah 700 lembaga yang dikelolanya.

"Sejauh ini baru Danny yang datang bertemu dan sowan ke kami. Kalau DDI punya lembaga kurang lebih 700 mulai dari pendidikan usia dini sampai pendidikan tinggi membina kurang lebih 20 ribu peserta didik tersebar di 24 kabupaten/kota," beber dia.

Pengamat politik dari Universitas Hasanuddin Profesor Sukri Tamma mengatakan para kandidat mendekati ormas keagamaan merupakan strategi untuk membangun dukungan dari segmen masyarakat yang terorganisir, tapi bukan sebuah upaya politisasi agama.

"Saya kira semua kandidat akan berupaya mendapatkan dukungan sebanyak-banyaknya. Salah satunya tentu dengan mendekati organisasi-organisasi keagamaan, karena di dalamnya ada anggota dan simpatisan yang potensial untuk dimobilisasi," ujar Sukri.

Sukri menjelaskan, para calon mendekati organisasi berbasis keagamaan harus dilihat sebagai upaya mendekati segmen masyarakat tertentu yang kebetulan berbasis agama.

"Ini bukan politisasi agama, tapi lebih kepada mobilisasi berdasarkan identitas kelompok," imbuh dia.

Menurut dia, organisasi keagamaan, seperti halnya segmen-segmen sosial lain, memiliki struktur yang jelas dan kuat. Hal inilah yang memungkinkan kandidat atau calon menyasar pemilih yang terorganisasi, sehingga potensi dukungan bisa dikelola dengan lebih efektif.

"Kalaupun ada indikasi bahwa ormas tersebut cenderung mendukung kandidat tertentu, itu sering kali tidak dinyatakan secara terang-terangan. Tapi, jika tokoh atau pemimpin ormas tersebut menunjukkan keberpihakan, para anggota dan simpatisannya diharapkan akan mengikuti sikap itu," sambung dia.

Sukri menjelaskan, dukungan dari ormas keagamaan tak hanya penting untuk menggalang suara, tetapi juga bisa menjadi sumber legitimasi sosial bagi kandidat yang bersangkutan.

"Dukungan dari tokoh atau organisasi keagamaan bisa menambah nilai di mata masyarakat, karena dalam konteks budaya kita, isu agama masih memiliki pengaruh signifikan. Dukungan semacam ini bisa memperkuat citra kandidat sebagai sosok yang baik secara moral dan berintegritas," jelas Sukri.

Dengan mendapatkan dukungan dari organisasi keagamaan, kandidat tersebut diharapkan dapat membangun kesan positif, khususnya terkait isu keberagamaan.

"Jika seorang tokoh agama atau ormas keagamaan mendukung, itu bisa menjadi simbol bahwa kandidat tersebut memiliki kedekatan dengan nilai-nilai agama, dan ini bisa mempengaruhi pemilih yang sensitif terhadap isu-isu keagamaan," kata dia.

Ditanya mengenai pengaruh organisasi keagamaan terhadap calon tertentu, Sukri menyebut pengaruh ormas keagamaan dalam pemilu tak hanya sebatas simbolik. Menurut dia, organisasi keagamaan memiliki jaringan yang luas, yang mencakup anggota, simpatisan, hingga keluarga dan lingkaran sosial mereka. Hal ini menjadikan ormas sebagai instrumen yang efektif untuk memobilisasi suara secara massal.

"Jika tokoh ormas condong mendukung salah satu kandidat, jaringan anggota dan simpatisannya cenderung akan mengikuti. Ini tidak hanya berpengaruh pada pilihan individu, tetapi juga pada pola-pola dukungan kelompok yang lebih luas. Secara psikologis, dukungan dari tokoh agama atau ormas bisa memperkuat legitimasi sosial kandidat, yang pada gilirannya bisa mengarahkan suara pemilih," ucap Dekan FISIP Unhas itu. (suryadi-isak pasa'buan/C)

  • Bagikan

Exit mobile version