MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Komitmen mengenai netralitas aparatur sipil negara (ASN) dalam pemilihan kepala daerah di Sulawesi Selatan ibarat menabur garam di lautan. Betapa tidak, meski jauh-jauh hari telah diingatkan, namun praktik tersebut tetap saja berlangsung, bahkan dilakukan secara terang-terangan. Bila hal ini terus dibiarkan, maka Sulawesi Selatan benar-berat tengah dalam sia siaga terhadap potensi pelanggaran netralitas ASN menghadapi Pilkada Serentak 2024.
Badan Pengawas Pemilu Sulawesi Selatan tengah menyelidiki dugaan pelanggaran netralitas yang dilakukan oleh ASN Pemprov Sulawesi Selatan. Ketua Bawaslu Sulsel, Mardiana Rusli mengatakan pihaknya telah membentuk tim untuk menelusuri laporan yang telah diterima tersebut.
"Tim yang dibentuk dalam proses penelusuran," ujar Mardiana kepada wartawan, Senin (30/9/2024).
Perkara yang diusut Bawaslu Sulsel adalah tersebarnya foto seorang ASN yang diketahui adalah bertugas di Badan Pendapatan Daerah Sulsel. Foto yang diduga Kepala UPT Pendapatan Wilayah Makassar 1, bernama Yarham itu tengah mengangkat tangan kanan dengan simbol dua jari yang merupakan nomor urut Andi Sudirman-Fatmawati di Pilgub Sulsel 2024. Yarham ditemani oleh dua orang lainnya dengan memperlihatkan sebuah kartu yang bergambarkan pasangan Sudirman-Fatmawati.
Menurut Mardiana, pihaknya sudah mengantongi foto berisi gambar ASN bersangkutan yang diduga mengampanyekan salah satu paslon. Kendati demikian, pihaknya tetap akan memberikan ruang klarifikasi.
"Untuk memastikan memang ada potensi itu. Walaupun ada foto dan sebagainya, tapi kami juga harus memberikan ruang klarifikasi kepada yang bersangkutan," ujar Mardiana.
Komisioner Bawaslu, Saiful Jihad mengatakan pihaknya akan mencermati lebih lanjut mengenai foto tersebut. Dia berjanji, tak segan-segan memberi sanksi bila hal itu terjadi.
"Sementara dicermati lebih lanjut di Bawaslu Provinsi. Kami jalankan tugas sesuai aturan," kata Saiful.
Dia menegaskan, jika dalam perkembangan ASN tersebut terbukti melakukan pelanggaran maka pihak Bawaslu akan menindaklanjuti sesuai prosedur yang berlaku.
Adapun Alamsyah, anggota Bawaslu Sulsel lainnya mengatakan memiliki waktu 2x24 jam memproses laporan itu untuk memastikan ada tidaknya unsur pelanggaran. "Setelah semua informasi dikumpulkan, kami akan pleno bersama Sentra Gakkumdu untuk menentukan ranah dugaan pidananya," ujar Alamsyah.
Sementara itu, Penjabat Gubernur Sulsel, Zudan Arif Fakrulloh mengaku telah memberi instruksi kepada Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Sulsel untuk dilakukan penelusuran. “Hari ini (kemarin) BKD Sulsel memanggil mereka untuk klarifikasi,” ujar dia.
Kepala Inspektorat Sulsel, Marwan Mansur mengatakan, pihaknya akan menunggu hasil pemeriksaan dari Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Sulsel untuk menentukan langkah selanjutnya. Menurut dia, hasil pemeriksaan Bawaslu akan melalui beberapa tahapan hingga sampai ke Pemprov Sulsel.
“Kalau protapnya, hasil Bawaslu disampaikan ke pihak BKN. Lalu BKN mengkaji dan mengundang OPD terkait seperti BKD Sulsel dan Inspektorat,” kata Marwan.
Adapun, Sekretaris Daerah Sulsel, Jufri Rahman mengatakan pelanggaran ASN bisa saja terjadi selama proses pemilu atau pilkada.
Namun, kata dia, beberapa kebiasaan masyarakat saat ini dengan beberapa gerakan tangan bisa disalahartikan sebagai bentuk dukungan kepada salah satu pasangan yang bakal menjadi kontestan.
“Contoh dengan gaya peace (dua jari) atau bentuk cinta (sarangheo) bisa disalahartikan. Bahkan warna baju saja bisa disalahartikan. Namun pihak Bawaslu pasti punya instrument untuk melihat itu,” ujar Jufri.
Dia menegaskan, pihak Pemprov Sulsel juga berkoordinasi kepada seluruh pihak terkait untuk menindaklanjuti kasus tersebut. “Bawaslu punya parameter dan piranti untuk memberikan penilaian terhadap kejadian itu. Kalau ada rekomendasi dari pihak Bawaslu itu tentu akan ditindaklanjuti,” imbuh Jufri.
Pengamat politik dari Universitas Hasanuddin Iqbal Latief meminta agar ASN di lingkup instansi provinsi, kabupaten, dan kota untuk menjaga netralitas sebagai aparatur negara. Menurut dia, perlu adanya sanksi tegas bagi ASN yang terlibat menyalahgunakan fungsi dan tugas dalam perhelatan politik Pilkada 2024.
"Kami harap ASN tetap bekerja sesuai tugas dan tidak perlu terlibat aktif dalam Pilkada 2024. Kalau memang ada terbukti terlibat politik praktis, lembaga seperti KASN dan Bawaslu patut memberi sanksi," ujar Iqbal.
Mantan Ketua KPU Sulsel itu menyarankan kepada Bawaslu harus tegas dalam menjalankan tugas pengawasan. Jangan sampai hanya persoalan masalah seperti ini, kepercayaan masyarakat menurun. Apalagi berkaitan netralitas ASN.
Dia berpandangan bahwa dalam penyelidikan perlu adanya bukti-bukti. Bila Bawaslu mengetahui, maka segera menindaklanjuti agar praktik serupa tidak dilakukan di instansi lain.
Iqbal juga berharap dua pasangan kontestan juga memberikan keteladanan kepada publik. Salah satu contohnya adalah dengan berupaya untuk mengurangi keterlibatan ASN di dalam politik praktis jelang pilkada.
"Karena memang ASN ini adalah institusi yang memang memudahkan seseorang itu bisa meraup suara banyak. Tetapi ASN ini harus netral. Tidak boleh ikut politik praktis walaupun punya hak memilih," imbuh dia.
Pemerhati demokrasi di Sulsel Subhan Djoer mendesak Bawaslu Sulsel bekerja profesional mengenai ASN yang diduga terlibat politik praktis. Dia menegaskan bahwa kinerja Bawaslu terkesan hanya normatif saja karena tidak bisa memberikan efek jera akibat tersandera kepentingan.
"Terus terang tidak banyak yang bisa diharapkan dari Bawaslu sekarang ini. Mereka bertindak terlalu normatif dan takut berhadapan dengan kekuasaan atau partai," ujar Subhan.
Mantan Kepala Ombudsman Wilayah Sulsel itu meminta agar oknum ASN yang secara sah dan meyakinkan kampanye salah satu bakal pasangan calon (paslon) diberi sanksi tegas sesuai aturan yang berlaku. Dia menilai publik tidak bisa berharap ASN akan netral karena sistem demokrasi yang mengharapkan ASN netral tapi diberikan wajib pilih.
"Jangan salahkan ASN kalau berpihak karena tidak ada yang menjamin karirnya akan mulus ketika yang terpilih bukan yang mereka dukung," ujar dia.
Pengamat hukum dari Universitas Hasanuddin, Profesor Amir Ilyas menyebut bahwa dalam regulasi atau aturan yang ada, ASN dilarang keras untuk terlibat dalam politik praktis termasuk harus bersikap netral dalam Pilkada.
Menurutnya, netralitas ASN sesudah sangat jelas diatur dalam pasal 70 Undang-Undang Pilkada. Bahkan pelanggaran ASN mengenai netralitas bisa dikenakan sanksi pidana, seperti yang tercantum dalam Pasal 188.
"Sudah jelas aturannya dalam undang-undang pemilihan dilarang melibatkan ASN dalam kampanye sebagaimana diatur dalam Pasal 70 ayat 1 huruf b, bahkan bisa dipidana berdasarkan pasal 188," ujar Amir.
Hanya saja dalam praktiknya, menurut Prof Amir pihak yang berwenang menerapkan aturan dalam hal ini Bawaslu sering menyerahkan proses penanganan pelanggaran ASN kepada Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN).
"Cuma dalam praktik, Bawaslu lebih banyak meneruskan ke KASN untuk ASN nya. Sekarang dengan undang-undang ASN terbaru sudah tidak ada KASN, jadi paling penerusannya ke badan pembina kepegawaian," kata dia.
Selain penindakan oleh Bawaslu, pihak pemerintah daerah tempat oknum tersebut bekerja juga disebut seharusnya mengambil langkah yang lebih tegas terhadap oknum yang tidak netral dalam Pilkada itu.
Amir menyarankan, pemerintah daerah dapat memberikan sanksi berupa peringatan tertulis kepada ASN yang terbukti melanggar aturan netralitas. Peringatan ini diharapkan bisa menjadi efek jera bagi ASN lainnya untuk tetap menjaga netralitas dalam Pilkada.
"Yang harus dilakukan yaitu dapat memberikan sanksi dalam bentuk peringatan tertulis kepada ASN tersebut," ujar Amir.
Lebih jauh, Prof Amir juga menekankan bahwa Bawaslu seharusnya memiliki peran yang lebih aktif dalam mengawasi netralitas ASN. Ia mengatakan, saat ini Bawaslu terkesan pasif dan lebih banyak menunggu laporan dari masyarakat.
Padahal, Bawaslu melalui jajarannya ke bawah seperti Panitia Pengawas Kecamatan (Panwascam) dan lainnya seharusnya bisa berfungsi lebih proaktif dalam mengawasi keterlibatan ASN dalam Pilkada.
Sejauh ini pengawasan yang dilakukan oleh Bawaslu dinilai tidak maksimal, sehingga banyak ASN yang bebas melakukan kampanye tanpa adanya tindakan tegas.
"Untuk saat ini Bawaslu terkesan pasif, hanya sekadar menunggu laporan, padahal dengan melalui panwascam atau panwas desa bisa difungsikan untuk mengawasi ASN yang terlibat dalam kegiatan kampanye yang kemudian bisa diproses berdasarkan laporan panwascam atau panwas desa," imbuh Amir.
Demonstrasi di Kantor Gubernur
Sementara itu, sekelompok mahasiswa yang tergabung dalam Barisan Rakyat Takalar (BARATA) menggelar unjuk rasa di depan Kantor Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel), Senin (30/9/2024).
Aksi ini dilakukan berkaitan dengan dugaan pelanggaran netralitas aparatur sipil negara (ASN) menjelang Pilkada Takalar. Mereka mendesak Penjabat Bupati Takalar, Setiawan Aswad dicopot dari jabatannya.
"Karena Pj Bupati diduga telah melakukan pembiaran terhadap ASN yang diduga mendukung salah satu pasangan calon di Pilkada Takalar," kata koordinator BARATA, Aditya Chokas.
Aditya dalam orasinya mengatakan, Penjabat Bupati Takalar tidak tegas dalam menerapkan aturan netralitas ASN. Itu sebabnya, dia mendesak Penjabat Gubernur Zudan Arif Fakrulloh untuk mengevaluasi dan mencopot Setiawan Aswad dari jabatannya.
"Bahkan banyak ASN di Pemda Takalar, kepala desa dan perangkatnya telah terang-terangan berpihak kepada para kandidat, tapi tetap dibiarkan oleh penjabat bupati," ujar Aditya.
Massa aksi juga menghimbau Sekretaris Daerah (Sekda), Kepala Dinas, Camat di Kabupaten Takalar tidak berpihak kepada kandidat bupati tertentu. Mereka dituntut tetap menjaga Netralitas ASN dalam Pilkada Takalar Tahun 2024.
Demonstrasi sempat memanas akibat massa aksi berupaya menerobos masuk ke halaman kantor Gubernur Sulsel. Namun, upaya tersebut dihalangi oleh aparat kepolisian. Akibatnya, massa dan polisi sempat terlibat aksi saling dorong.
Dari kantor Gubernur Sulsel, massa lalu melanjutkan aksi di kantor Bawaslu Sulsel. Di tempat ini, massa berorasi dan mendesak Bawaslu Sulsel ikut mengevaluasi kinerja Bawaslu Takalar.
Menurut Aditya, sejauh ini beberapa laporan yang dilayangkan menyangkut netralitas ASN, belum diproses secara cermat.
"Kami minta Bawaslu Sulsel turun tangan dan mengevaluasi kinerja Bawaslu Takalar. Sudah ada laporan namun belum sepenuhnya ditindaklanjuti," tegas Aditya. (suryadi-fahrullah-abu hamzah/isak pasa'buan/C)