MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Pakar hukum dari Universitas Hasanuddin Profesor Aminuddin Ilmar menilai tiga Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Palopo yang dilaporkan atas kasus salah satu calon wali kota (cawalkot) Palopo yang diduga menggunakan ijazah palsu untuk mendaftar Pilwalkot Palopo 2024, masuk dalam ranah pelanggaran administrasi, bukan pidana.
Ketiga Komisioner KPU yang dilaporkan itu yakni Irwandi Djumadi, Abbas Djohan dan Muhatzir Muh Hamid. Ketiganya dilaporkan oleh Sulaiman Nus'an Hasli dengan nomor laporan : 052/PP.01.02./K.SN.-23/10/2024 pertanggal 1 Oktober 2024 atas kasus dugaan tindak pidana Pemilu.
Sementara calon Wali Kota Palopo yang ijazahnya dianggap bermasalah itu adalah Trisal Tahir. Dari temuan Bawaslu Kota Palopo dalam hal ini Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu), ijazah Trisal Tahir diduga palsu karena tidak terdaftar di Dinas Pendidikan Provinsi Khusus DKI Jakarta.
Menurut Ilmar, untuk sanksi komisioner KPU Palopo jika benar ijazah calon tersebut benar palsu maka masuk pelanggaran administrasi. Sedangkan proses hukum pidananya bisa menjerat si pemilik ijazah atau Trisal Tahir.
"Tidak bisa (masuk tindak pidana) karena masuk ranah admistrasi. Yang bisa dikenakan pidana yah si pemegang ijazah, karena diduga memalsukan, itu memang tindak pidana," ungkap Ilmar, Kamis (3/10/2024).
Ia menjelaskan, apa yang menjadi soal ini adalah mengenai kategori persyaratan calon kepala daerah. Dimana salah satu persyaratan itu adalah keabsahan ijazah dari setiap kandidat yang telah ditetapkan sebagai pasangan calon (Paslon) oleh KPU.
"Jadi itu ada mekanisme dan ada prosesnya, ada aturannya, misalnya bagaimana KPU memeriksa keabsahan dari ijazah setiap calon. Itu sudah harus dibuatkan berita acara. Bagaimana supaya kebasahan ijazah itu bisa dipastikan bahwa itu tidak palsu," ujar dia.
Dalam melakukan verifikasi berkas persyaratan para kandidat, KPU dalam hal ini komisioner disebut harus melakukan pendalaman dan pemeriksaan secara cermat.
Termasuk melakukan koreksi terhadap sekolah-sekolah yang bersangkutan, memeriksa ijazahnya apakah benar asli atau tidak. Jika seluruh tahapan tersebut dilakukan, menurut Prof Ilmar itu tidak ada masalah.
Tahapan verivikasi yang dimaksudkan Prof Ilmar telah dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) dan Permendagri mengenai prosedur menelisik sebuah ijazah apakah sah atau tidak.
"Harus dilihat apakah yang tadi proses itu dilalui atau tidak. Karena itukan harus melalui proses pemeriksaan secara cermat, ke instansi atau yang berwenang. Misalnya ke sekolah atau kampus yang bersangkutan dan ke dinas pendidikan karena itu ada databasenya. Dari situ kemudian kalau menyatakan absah (atau tidak)," ungkap Guru Besar Universitas Hasanuddin Makassar itu.
"Jadi kalau itu dilalui secara prosedural berarti tidak ada masalah. Tapi kalau tidak melalui prosedur sebagaimana yang telah ditetapkan bagaimana kita bisa mengetahui bahwa ijazah yang bersangkutan asli atau palsu, apalagi kalau memang ada dugaan kuat, " sambung dia.
Berangkat dari masalah itu juga, kata Prof Ilmar, bisa dilihat apakah ada unsur kelalaian Komisioner KPU terhadap verivikasi keabsahan ijazah para kandidat.
"Itulah nanti yang akan diproses, mungkin nanti akan dibawa ke dewan etik (DKPP). Bahwa tidak cermat melakukan proses verifikasi. (Kalau benar ijazah palsu) itu pelanggaran administrasi ketidak cakapan, ketidak cermatan, ketidak akuratan melakukan proses verifikasi sehingga mengakibatkan tidak terpenuhinya syarat pasangan calon," kata Ilmar.
Sementara untuk calon sendiri, ia menyebut dipastikan akan gugur jika benar ijazah tersebut palsu. Sebab calon itu masuk kategori Tidak Memenuhi Syarat (TMS). Dimana ada salah satu persyaratan yang tidak terpenuhi sebagai calon kepala daerah.
"Otomatis, karena kan pasti tidak memenuhi syarat. Kan harus memenuhi syarat tapi kalau tidak yah sudah pasti akibat hukumnya kan pasti batal. Dibatalkan sebagai pasangan calon karena semua yang ikut di dalam proses pemilihan kepala daerah kan harus memenuhi persyaratan," ujar Ilmar.
Sementara Kasi Humas Polres Palopo, AKP Supriadi saat dikonfirmasi mengenai tindak lanjut kasus ini menyebut hingga saat ini masih berproses di Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu).
"Sementara dirapatkan sama Gakkumdu. Nanti kalau ada (perkembangan) kita sampaikan," kata Supriadi. (isak pasa'buan/C)