Ia menjelaskan, Hakim memiliki tugas dan fungsi untuk memeriksa, mengadili, dan memutuskan perkara. Hal tersebut sebagaimana yang termuat dalam Pasal 1 butir 8 dan 9 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Sehingga, jika ada aksi cuti bersama, maka segala tugas dan fungsi Hakim tidak berjalan sebagaimana mestinya. Situasi tersebut tentunya akan berdampak kepada negara maupun masyarakat.
"Sebenarnya yang terjadi adalah aksi cuti bersama, jadi para hakim itu hendak menggunakan atau mengambil masing-masing hak cutinya. Jadi ini semacam gerakan cuti bersama yang bisa membuat terhentinya persidangan untuk sementara waktu. Mogok kerja yang dibungkus dengan gerakan cuti secara berjamaah," tutur Prof Amir Ilyas.
"(Tapi) dampaknya kalo semua hakim sedang cuti, fungsi pengadilan sudah pasti akan terhenti untuk sementara, dan soal kerugian materil yah ada untuk pencari keadilan, yang mana perkaranya pasti akan tertunda penanganannya. Secara umum tugas dan fungsi hakim adalah memeriksa, mengadili dan memutus perkara," sambungnya.
Adapun saat diusung apakah wajar jika para hakim menggelar aksi mogok kerja menuntut kenaikan gaji, Prof Amir Ilyas mengaku sangat wajar. Namun di balik itu, ia berpendapat ada beberapa hal yang perlu menjadi perhatian para Hakim utamanya masalah integritas untuk mengembalikan persepsi publik bahwa hakim sebagai pemutus perkara bisa betul-betul dipercaya masyarakat.
"Wajar jika hakim saat ini meminta kenaikan gaji. Tapi hal yang satu itu perlu juga disadari oleh para hakim se-Indonesia, sudah seberapa jauh rakyat percaya dengan kerja-kerja keadilan para hakim, toh dalam persepsi publik, hakim kerap dianggap lebih banyak masuk angin. Jika integritas hakim tinggi dalam persepsi publik saya yakin kalau soal permintaan agar dinaikkan gajinya, pasti akan didukung oleh rakyat," pungkasnya. (Isak/C)