Bawaslu Sulsel Wanti-wanti Politik Uang Berkedok ‘Sedekah’

  • Bagikan
Koordinator Divisi Pencegahan, Partisipasi Masyarakat, dan Humas Bawaslu Sulsel, Saiful Jihad, saat membuka acara Sosialisasi Pengawasan Pemilihan yang diselenggarakan Bawaslu Kabupaten Bone di Hotel Helios, Selasa (8/10/2024).

MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Provinsi Sulawesi selatan saat ini berupaya semaksimal mungkin bagaimana politik uang tidak terjadi jelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2024 ini. Bahkan politik uang bisa berkedok 'Sedekah'

"Kami melihat ada kecenderungan tim dan calon membagikan uang atau barang dengan alasan sedekah. Kami tegaskan kepada masyarakat, jangan menerima sedekah-sedekah seperti ini selama musim Pilkada," ujar komisioner Bawaslu Sulsel, Saiful Jihad, Senin (8/10/2024).

Saiful menambahkan, praktik politik uang ini sengaja dibungkus dengan istilah "sedekah" agar tampak lebih diterima secara sosial. Namun, niat sesungguhnya adalah mempengaruhi pilihan politik warga.

"Itu yang sebenarnya ingin kami sampaikan. Di masa Pilkada seperti ini, lebih baik jangan dulu menerima sedekah dalam bentuk apapun. Jika ada niat untuk bersedekah, lakukan melalui lembaga resmi seperti BAZNAS, bukan langsung ke masyarakat yang bisa saja dikaitkan dengan tujuan politik," jelasnya.

Menurut Saiful, berdasarkan pengalaman dari Pilkada sebelumnya, praktik politik uang ini biasanya semakin intens menjelang hari pemilihan. Hal ini mendorong Bawaslu untuk lebih aktif melakukan sosialisasi dan pencegahan agar masyarakat tidak terjebak dalam pelanggaran hukum.

"Semakin dekat ke hari H, praktik semacam ini semakin banyak. Oleh karena itu, kami juga turun ke lapangan untuk memberikan penyuluhan dan mencegah masyarakat terlibat dalam pelanggaran," tuturnya.

Selain memberi peringatan kepada pemberi, Saiful juga mengingatkan bahwa penerima "sedekah" yang bermotif politik bisa mendapatkan sanksi pidana yang berat.

"Dalam Undang-Undang Pilkada, bukan hanya pemberi yang dihukum, tapi juga penerima bisa dikenai sanksi. Minimal 3 tahun penjara dan maksimal 6 tahun. Ini yang harus disadari masyarakat," tuturnya.

  • Bagikan

Exit mobile version