Oleh: Darussalam Syamsuddin
MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Kehidupan beragama di Indonesia sering terusik. Di antara penyebabnya adalah karena masing-masing umat beragama mengklaim hanya ajaran agamanya yang benar. Intern umat beragama pun demikian halnya.
Masing-masing aliran atau kelompok beranggapan bahwa hanya kelompok dan alirannya saja yang benar, sementara kelompok atau aliran yang lain semuanya keliru dan sesat. Lahirlah sikap saling menyesatkan yang menjadi penyebab perpecahan umat.
Riwayat menyebutkan bahwa, Abdullah bin Auf bercerita: di suatu waktu, kami sedang berkumpul bersama Rasulullah saw, tiba-tiba beliau bersabda, “Jangan duduk bersamaku hari ini orang yang memutuskan persaudaraan”. Seorang pemuda segera berdiri meninggalkan majelis Rasulullah.
Rupanya pemuda tersebut telah lama bertengkar dengan bibinya. Kemudian pemuda itu meminta maaf kepada bibinya, lalu bibinya pun memaafkannya. Sesudah itu barulah pemuda tersebut kembali ke majelis Nabi. Rasulullah saw, berkata: “Sesungguhnya rahmat Allah tidak akan datang kepada suatu kaum yang di situ ada orang yang memutuskan persaudaraan”.
Amati dan perhatikan kelompok terkecil dalam masyarakat kita yakni keluarga. Jika di dalamnya terdapat beberapa orang yang sudah tidak bertegur sapa, sudah saling menjauh, apalagi kalau sudah saling memfitnah, maka rahmat Allah akan dijauhkan dari seluruh anggota keluarga itu.
Lalu perhatikan kondisi masyarakat di sekitar kita, atau umat Islam Indonesia. Apabila masih ada di antara kelompok masyarakat yang dengan mudah mengkafirkan kelompok lain atau memandang hanya kelompoknya yang benar dan yang selainnya sesat atau tidak mau ikut berjemaah bersama karena tidak sepaham dengan kelompoknya, lalu membentuk jamaah sendiri mengasingkan diri dari jamaah lain, maka seluruh umat akan terputus dari rahmat Allah. Dengan kondisi umat seperti ini, maka perpecahan sangat mudah terjadi dan sulit untuk menyatu.
Pesan Rasulullah saw, “Maukah kalian aku tunjukkan amal yang lebih besar pahalanya dari pada salat dan puasa?” Rasulullah saw bertanya kepada sahabat-sahabatnya. Tentu kami mau wahai Rasulullah, jawab mereka. Rasulullah berpesan, “Damaikan orang-orang yang berselisih”.
Menyambungkan ikatan persaudaraan yang terputus, mempertemukan kembali saudara-saudara yang terpisah, merajut ukhuwah di berbagai kalangan kelompok dalam Islam, dan mengukuhkan ikatan persaudaraan di antara mereka adalah merupakan amal saleh yang sangat besar pahalanya. “Siapa saja yang ingin dipanjangkan usianya, diluaskan rezekinya, hendaknya dia menyambung persaudaraan. Demikian pesan Nabi.
Pelajaran dalam perjalanan sejarah umat Islam dapat kita petik adalah: pertama, upaya apa pun yang dilakukan untuk memelihara dan melestarikan persaudaraan di kalangan umat Islam, akan gagal kalau tidak didasari dengan iktikad baik dari berbagai pihak yang untuk membangun persaudaraan.
Misalnya, satu pihak berusaha menjalin kebersamaan, sementara pihak lain senang mencari perbedaan untuk tidak menyatu. Upaya dan strategi apa pun yang dibangun akan runtuh, termasuk seminar, ceramah dan khutbah tidak akan membawa kepada persatuan umat, jika kepentingan masing-masing pihak lebih dominan pada kepentingan dan mengabaikan kebersamaan dan persatuan.
Jika satu pihak berusaha mengalah demi persaudaraan dan ukhuwah, sementara pihak lain tidak mau membuka diri untuk memahami kelompok lain, maka sampai kapan pun ukhuwah dan persaudaraan tidak akan pernah terwujud. Kini, berbagai kelompok telah berusaha melakukan berbagai pendekatan melalui seminar, ceramah, dan khutbah untuk menjalin persaudaraan agar dapat tumbuh kokoh kuat di samping adanya perbedaan.
Namun, sangat disayangkan masih ada kalangan yang menyambut maksud persahabatan dan persaudaraan itu dengan penuh kecurigaan. Menyikapi seruan ukhuwah dengan berburuk sangka. Di antara mereka berusaha mencari perbedaan di saat pihak lain mengajak untuk memperhatikan dan mendahulukan persamaan. (*)